IMDADUL HADDADI
Senin, 03 Juni 2013
Kisah Percakapan Nabi Musa 'Alayhissholatu wassalam dengan ALLAH ROBBUL 'IDZATI
Pada suatu masa, terjadi percakapan antara ALLAH SWT dengan NABI MUSA AS
NABI MUSA AS: " Wahai ALLAH, sungguh aku telah membaca pd kitab TAURAT itu terdapat sosok nama yg sangat kau cintai yaitu "AHMAD (NABI MUHAMMAD SAW)". Nabi terakhir yg KAU utus ke dunia ini.
Aku juga membaca, bahwa nanti akan ada umat yg apabila dia baru sekedar berniat baik maka KAU sudah mencatat baginya 1 pahala, dan apabila niat'a itu dikerjakannya maka kau akan memberikan baginya 10 pahala. Maka Jadikanlah mereka ini menjadi umat ku."
ALLAH SWT: "Wahai MUSA, mereka itu adalah umatnya "AHMAD (NABI MUHAMMAD SAW)."
NABI MUSA AS: "Aku jg membaca bahwa nanti akan ada umat yg apabila dia baru sekedar berniat buruk, maka kau tidak mencatat baginya dosa. Jika dia melakukannya baru KAU mencatatnya sbg dosa. Maka jadikanlah mereka umatku."
ALLAH SWT: "Wahai MUSA, mereka adalah umatnya AHMAD."
NABI MUSA AS: "Dan sungguh aku jg membaca dlm kitab TAURAT bhwa nanti akan ada umat yg masuk surganya paling duluan, dan tdk KAU izinkan umat dari NABI dan RASUL manapun masuk surga sblm umat2 ini masuk surga duluan seluruhnya. Maka jadikanlah mereka umat ku."
ALLAH SWT: " Wahai MUSA, mereka adalah umatnya AHMAD."
Lalu NABI MUSA AS berkata lagi: "Jikalau seperti itu, MAKA JADIKANLAH AKU UMATNYA AHMAD WAHAI ALLAH."
ALLAH SWT: "Wahai MUSA, sungguh aku telah menjadikanmu seorang NABI, Kau bergelar KALAMULLAH, kau mempunyai mukjizat bisa bercakap2 denganku. Maka, ambillah apa2 yg telah AKU berikan kepadamu wahai MUSA. "
NABI MUSA AS: "Rodhitu Yaa ROBB, Kalau begitu aku rela, aku ridho wahai ALLAH atas ketentuan MU."
Itulah sepenggal kisah ttg percakapan NABI MUSA AS dengan ALLAH SWT. Bisa kah kalian bayangkan seorang NABI meminta kpd ALLAH SWT agar dijadikan sbg umatnya BAGINDA NABI MUHAMMAD SAW.
Sedangkan kita semua tdk meminta kpd ALAH SWT agar dijadikn sbg umatnya NABI MUHAMMAD SAW tp ALLAH SWT sudah menjadikan kita sbg umatnya NABI MUHAMMAD SAW.
NABI MUSA AS meminta kpd ALLAH SWT agar dijadikan sbg umatnya NABI MUHAMMAD SAW lantaran NABI MUSA AS mengetahui bahwa ALLAH memberikan banyak sekali kemuliaan, keberkahan, dan keberuntungan bagi umat NABI MUHAMMAD SAW.
Lalu apa yg akan kau perbuat setelah membaca ini semua?
Langsung Bersyukur kpd ALLAH atas ni'mat yg sangat agung ini, ni'mat menjadi umat NABI MUHAMMAD SAW.
Ataukah kau cuek bebek aja, alias masa bodo?
kalau sampai hati mu merasa cuek, maka patut di ragukan kau akan mendapat syafa'at NABI MUHAMMAD SAW.
Ketahuilah, sungguh wajib bagi kita bersyukur kpd ALLAH SWT krna telah dijadikan sbg umat NABI MUHAMMAD SAW.
Senin, 20 Mei 2013
Wasiat Nasehat Imam Qutbul Irsyad Habib Abdullah bin Alwi Al -Haddad.
“Dalam segala hal aku selalu mencukupkan diri dengan kemurahan dan
karunia Allah SWT. Aku selalu menerima nafkah dari khazanah
kedermawanannya.”
“Aku tidak pernah melihat ada yang benar-benar memberi, selain Allah SWT. Jika ada seseorang memberiku sesuatu, kebaikannya itu tidak meninggikan kedudukannya di sisiku, karena aku mrnganggap orang itu hanyalah perantara saja,”
“Andaikan aku kuasa dan mampu, tentu akan kupenuhi kebutuhan semua kaum faqir miskin. Sebab pada awalnya, agama ini ditegakkan oleh kaum Mukminin yang lemah.” “Dengan sesuap makanan tertolaklah bencana.”
“Sesungguhnya aku tidak ingin bercakap-cakap dengan masyarakat, aku juga tidak menyukai pembicaraan mereka, dan tidak peduli kepada siapapun dari mereka. Sudah menjadi tabiat dan watakku bahwa aku tidak menyukai kemegahan dan kemasyhuran. Aku lebih suka berkelana di gurun sahara. Itulah keinginanku; itulah yang kudambakan. Namun, aku menahan diri tidak melaksanakan keinginanku agar masyarakat dapat mengambil manfaat dariku.”
"Kebanyakan orang, jika tertimpa musibah penyakit atau lainnya, mereka tabah dan sabar; mereka sadar bahwa itu adalah qodho dan qodar Allah SWT. Tetapi jika diganggu orang, mereka sangat marah. Mereka lupa bahwa gangguan-gangguan itu sebenarnya juga qodho dan qodar Allah SWT, mereka lupa bahwa sesungguhnya Allah SWT hendak menguji dan menyucikan jiwa mereka.
Rasulullah bersabda :
“Besarnya pahala tergantung pada beratnya ujian. Jika Allah SWT mencintai suatu kaum, ia akan menguji mereka. Barang siapa ridho, ia akan memperoleh keridhoannya; barang siapa tidak ridho, Allah SWT akan murka kepadanya.”
( HR Thabrani dan Ibnu Majah )
“Ajaklah orang awam kepada syariat dengan bahasa syariat; ajaklah ahli syariat kepada tarekat ( thariqah ) dengan bahasa tarekat; ajaklah ahli tarekat kepada hakikat ( haqiqah ) dengan bahasa hakikat, ajaklah ahli hakikat kepada Al-Haq dengan bahasa Al-Haq, dan ajaklah ahlul Haq kepada Al-Haq dengan bahasa Al-Haq.”
"Beramallah sebanyak mungkin dan pilihlah amal yang dapat kamu kerjakan secara berkesinambungan ( mudawamah ). Jangan remehkan satu amal pun yang pernah kau kerjakan. Sebab setelah Imam Ghazali wafat, seseorang bermimpi bertemu dengannya dan bertanya, "Bagaimana Allah swt memperlakukanmu?"
"Dia mengampuniku" jawab Imam Ghazali.
"Amal apa yang menyebabkan Allah swt mengampunimu?"
"Suatu hari, ketika aku sedang menulis, tiba-tiba seekor lalat hinggap di penaku. Kubiarkan ia minum tinta itu hingga puas."
Ketahuilah! Amal yang bernilai tinggi adalah amal yang dianggap kecil dan dipandang remeh oleh nafsu. Adapun amal yang dipandang mulia dan bernilai oleh nafsu, pahalanya dapat sirna, baik karena pelakunya, amalnya itu sendiri ataupun karena orang lain yang berada sekitarnya."
"di zaman ini kita harus berhati-hati, sebab zaman ini adalah zaman syubhat. Para Ulama menyatakan, tidak sepatutnya seorang yang berilmu bingung membedakan yang baik dan buruk. Sebab, kebaikan dan keburukan adalah dua hal yang sangat jelas, setiap orang dapat membedakannya.
Seorang berilmu ketika harus memilih satu diantara dua kebaikan atau dua keburukan, maka dia akan memilih kebaikan yang terbaik dan meninggalkan keburukan yang terburuk. Sebagai contoh, jika ada seseorang ingin melukaimu dengan tongkat atau pisau, dank au tidak dapat menghindarinya, maka terluka oleh tongkat lebih ringan. Atau ada seseorang tidak mampu berjalan, sedangkan kau mampu. Jika kau turun dari hewan tungganganmu dan menyuruhnya naik, maka itu lebih baik daripada engkau boncengkan dia, meskipun kedua-duanya baik.
Begitulah keadaan kami di zaman ini. Memilih yang terbaik dari dua kebaikan dan meninggalkan yang terburuk dari dua keburukan merupakan salah satu kaidah agama yang disampaikan oleh para salaf seperti Imam Malik bin Anas dan Ulama lainnya. Semoga Allah swt meridhai mereka semua.
Barangsiapa tidak mengetahui akidah ini, maka dia adalah seorang yang bodoh. Jika dia tidak mengetahui kaidah ini dan memandang dirinya sebagai seorang yang berilmu, maka dia adalah seorang yang teramat bodoh. Dia seperti seorang kikir yang merasa dirinya sebagai seorang dermawan. Orang seperti ini adalah orang teramat kikir."
"Persahabatan, pertemanan dan pergaulan memiliki pengaruh yang sangat kuat untuk membuat seseorang menjadi baik maupun buruk. Persahabatan dan pergaulan dengan orang-orang shaleh dan berbudi membawa manfaat, sedangkan persahabatan dan pertemanan dengan orang-orang fasik dan durhaka membawa bahaya. Hanya saja manfaat persahabatab dengan orang shaleh atau bahaya pergaulan dengan pendurhaka tersebut terkadang tidak tampak secara langsung, akan tetapi secara bertahap dan setelah berlangsung lama.
Rasulullah saw bersabda :
المرء مع جليسه
Seseorang akan bersama teman duduknya.
المرء على دين خليله, فلينظر أحدكم من يخالل
Seseorang itu akan mengikuti agama sahabatnya, oleh karena itu setiap orang dari kalian hendaknya memperhatikan siapa yang ia jadikan teman.
( HR. Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad )
الجليس الصّالح خير من الوحدة والوحدة خير من جليس السّوء
Teman duduk yang baik lebih utama daripada menyendiri; danmenyendiri lebih baik daripada bergaul dengan teman yang buruk.
"Jika engkau ingin mengetahui ilmu dan amal yang bermanfaat dan penting atau yang paling bermanfaat dan paling penting bagimu, maka bayangkanlah bahwa besok engkau akan mati, kembali kepada Allah swt dan berdiri dihadapan-Nya. Allah swt kemudian menanyakan semua ilmu, amal dan keadaanmu. Setelah itu engkau akan dimasukkan ke Surga atau Neraka.
Ilmu dam amal yang engkau anggap lebih utama pada saat membayangkan kematian tersebut adalah ilmu dan amal yang penting dan bermanfaat engkau miliki. Itulah yang seharusnya engkau tekuni dan cari.
Sedangkan semua yang engkau anggap tidak bermanfaat dan penting ketika engkau membayangkan kematian tersebut, maka tinggalkanlah. Jangan sibukkan dirimu untuk mencari dan mempelajarinya. Begitu pula dengan semua kegiatan hidup, apa yang engkau anggap penting dan memang harus kau penuhi ketika membayangkan kematian itu, maka jangan kau tinggalkan. Dan apa yang tidak kau butuhkan pada saat itu, maka tinggalkan dan jangan kau kerjakan.
"Secara umum, pada awalnya kebaikan itu berat untuk dilakukan, tetapi akhirnya penuh dengan kenikmatan. Orang yang berbuat baik ibarat seorang vpendaki gunung terjal. Ia tidak akan merasa tenang sebelum sampai ke puncaknya.
Sedangkan, keburukan awalnya manis dan akhirnya kelak berat. Orang yang melakukan perbuatan buruk adalah ibarat seorang yang jatuh dari puncak gunung atau atap sebuah rumah. Ia baru merasa akan merasa kesakitan setelah mendarat di tanah."
* Tuntutlah ilmu dari orang-orang yang benar-benar mewarisi ilmu dari Rosulullah SAW, yang sanad isnadnya (silsilah ilmunya sampai Rosulullah) terpercaya karena menuntut ilmu agama itu wajib bagi setiap orang Islam baik laki-laki maupun perempuan. Barang siapa meninggalkannya ia akan berdosa. Karena tanpa ilmu agama, amal ibadah akan tertolak, tidak diterima oleh Allah SWT.
“Setiap orang yang beramal tanpa dibarengi dengan ilmu pengetahuan (tentang amalnya itu) maka amalan-amalannya tertolak dan tidak diterima.”
* Tidak ada di zaman ini (abad 12 H) yang lebih mudah dan baik daripada Thoriqoh Ba’Alawy yang telah diakui oleh ulama Yaman dan disepakati oleh ulama Haromain (dua Tanah Harom – Mekkah Madinah). Thoriqoh Ba’Alawy (Alawiyah) adalah Thoriqoh Nabawiyah.
* Thoriqoh Kepemimpinan adalah thoriqoh kami Ba’Alawy, dan ini thoriqoh spesial, dan yang dimaksud thoriqoh kepemimpinan adalah ikut dan tunduk serta pasrahnya seorang murid terhadap jejak langkah guru yang membimbing dan menuntunnya ke jalan Allah, dengan menanggalkan sementara peran akal (rasio). Sesungguhnya akal tidak berperan di dalamnya, sebab segala hal disini berdasarkan kasyf (penglihatan mata hati).
* Ikut langkah-langkah ulama salaf (ulama terdahulu) akan membuahkan kebaikan yang amat besar, walaupun si pengikut bukan tergolong ahlil bathin. Tetapi jika ia serasikan langkahnya dengan ulama salaf, maka ia akan mendapatkan seperti apa yang di dapat oleh mereka para salaf sholihin.
* Segala permasalahan yang ada itu berlandaskan kejujuran, ada pun orang yang biasa berbohong jika diibaratkan bangunan tidaklah jauh berbeda dengan bangunan di atas air (lemah dan mudah runtuh).
* Jika satu zaman itu rusak, maka wajiblah bagi mereka yang hidup di zaman itu, untuk mengikuti jejak langkah ulama salaf sholihin. Jika tidak mampu menyamakan diri dengan mereka dalam setiap langkah, paling tidak hampir menyamai mereka, sebab setiap orang dalam kehidupan itu harus memiliki panutan (imam), sedang orang yang tidak memiliki panutan (Imam) maka panutannya adalah setan.
* Telah sesat sekelompok orang sebab buku yang dibacanya, seseorang tidak akan menjadi alim besar kecuali dengan guru yang membimbing dan menuntunnya, bukan dengan buku yang dibacanya.
* Penghuni kubur dari para Wali Allah berada di sisi Allah. Barang siapa tawajuh kepada mereka, maka mereka spontan datang membantunya.
* Jika kamu melihat seorang dari Ba’Alawy berjalan di luar Thoriqoh Ba’Alawy maka sesungguhnya maka tiada yang menghalangi dirinya selain kelemahannya sendiri, dan kelemahan itu adakalanya dalam kondisi ekonomi atau hati.
* Thoriqoh Alawiyyah berdiri atas dasar kemuliaan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
* Barangsiapa yang menjalin hubungan (kontak batin) dengan kami, maka kami berikan kepadanya segala perhatian kami, kami tidak pernah melepas dan meninggalkannya walaupun dia tinggal jauh dari tempat kami.
* Tidak ada hak yang lebih besar kecuali haknya seorang guru. Ini wajib di pelihara oleh setiap orang Islam yang ingin selamat dunia akhirat. Sungguh pantas bila seorang guru yang mengajar, walau hanya satu huruf, diberi hadiah seribu dirham sebagai tanda hormat padanya. Sebab guru yang mengajarmu satu huruf yang kamu butuhkan dalam agama, dia ibarat bapakmu dalam agama.
* Barang siapa ingin anaknya menjadi orang alim, maka dia harus menghormati para ahli fiqih. Dan memberi sedekah pada mereka. Jika ternyata anaknya tidak menjadi alim, maka pasti diantara cucu keturunannya yang akan menjadi orang alim.
* Seorang murid (pencari jalan menuju Allah) tidak boleh menyakiti hati gurunya karena belajar dan ilmunya tidak akan diberi berkah.
* Adakalanya seseorang murid (pencari jalan menuju Allah) diuji dengan kemiskinan, kepapaan dan kesempitan dalam kehidupan. Maka hendaknya ia bersyukur kepada Allah SWT, disebabkan dengan hal tersebut di atas dan harus beranggapan berprasangka bahwa takdir / kehendak Allah menjadikan anda miskin, papa dan susah serta sempit sebagai sebesar-besarnya kenikmatan karena dunia adalah musuh Allah. Anda harus bersyukur, maka Allah akan mengangkat derajatnya sama dengan para nabi-Nya, para Auliya-Nya dan hamba-hamba yang sholeh.
* Ketahuilah bahwa rizki itu telah ditentukan dan telah dibagikan oleh Allah SWT. Diantara hamba-hamba-Nya ada yang diluaskan rezekinya dan dilapangkan kehidupannya, dan dikurangkankan rizkinya menurut kebijaksanaan-Nya. Bersifatlah qona’ah (cukup) atas apa yang ditentukan Allah bagimu.
* Awas dan waspadalah dengan panjang angan-angan dan harapan tentang kehidupan di dunia, karena dunia akan menariknya untuk mencintai dunia, dan anda akan terikat dengannya sehingga sukar untuk beribadat dan mengasingkan diri untuk menuju jalan akhirat.
* Ada setengah manusia yang tabiatnya suka menganiaya orang, memandang rendah terhadapnya, atau suka mencela dan sebagainya. Jika anda tergolong orang terkena penganiayaan orang maka hendaklah anda bersabar jangan sekali-kali anda membalasnya. Disamping itu, hati anda harus benar-benar bersih dari dengki dan dendam terhadapnya, dan lebih utama lagi jika anda memaafkan orang yang menganiayamu, dan anda doakan supaya Allah memberi petunjuk kepadanya, dan itulah tanda-tanda akhlak serta tingkah laku para Shiddiqin (Orang yang Benar).
* Berusahalah sekuat kemampuanmu dalam menghindari diri dari rasa takut dan butuh serta berharap hak terhadap manusia, karena hal tersebut anda akan dipandang oleh manusia tetapi dipandang hina dalam pandangan Allah SWT, karena orang mukmin itu mulia di sisi Allah SWT, tiada takut pada siapapun selain Allah dan apa yang dicintai-Nya, dan tak pernah mengharapkan sesuatu selain Allah.
* Awas! Jangan sekali-kali anda mentaati syaikh (guru) itu hanya lahiriah semata, karena ketahuilah bahwa syaikh itu dapat melihat ketaatanmu padanya, di belakangnya anda membantah dan mendurhakai kerena sangkaanmu, anda sangka Allah tidak tahu kelakuanmu, sedangkan syaikhmu itu dekat dengan-Nya. Kalau anda begitu akan mendapatkan kecelakaan, kesempitan dan kebinasaan. Bukankah Allah berjanji kepada barang siapa Aku cintai maka penglihatannya adalah penglihatan-KU, pendengarannya adalah pendengaran-KU, mulutnya adalah mulut-KU, tangannya adalah tangan-KU dan kakinya adalah kaki-KU, barangsiapa memusuhinya atau menyakitinya, maka AKU dan para malaikatKU mengumandangkan perang terhadap dirinya. Jangan sekali-kali datang pada syaikh yang lain melainkan dengan izin syaikhmu.
* Ketahuilah bahwa sesungguhnya syaikhmu sangat berat hati tentang apa-apa yang baik untukmu, dengan itu janganlah engkau menuduh dan menyangka bahwa dia menyimpan perasaan dengki dan cemburu terhadap dirimu, dan semoga dijauhkan oleh Allah. Karena kamu hanya memandang sesuatu hal dengan pandangan lahiriah belaka bukan pandangan bashiroh (mata hati dengan Allah). Awas ! Jangan coba-coba menuntut agar syaikhmu mengeluarkan kelebihannya. Karena jika syaikhmu seorang Ahlillaah (orang yang meyakinkan dirinya untuk mengabdi kepada Allah) kekasih Allah, maka ia adalah orang-orang yang teramat merahasiakan kebaikannya, menutupi rahasia-rahasia tentang dirinya, dan sangat jauh untuk menonjolkan dirinya dengan karomah-karomah atau perkara-perkara luar biasa kepada orang banyak meskipun ia amat kuasa dan mampu untuk melakukannya serta diizinkan oleh Allah untuk melahirkannya (memperlihatkan karomahnya).
* Syaikh yang kamil (sempurna) ialah seorang syaikh yang selalu memberi faedah pada muridnya, dengan kesungguhan dalam perbuatan dan perkataanya, dia memelihara muridnya sewaktu di hadapannya maupun ketika berada jauh daripadanya. Sang Syaikh memelihara muridnya dengan getaran-getaran kalbunya dalam segala hal yang dikerjakan oleh muridnya. Maka paling sangat berbahaya jika Syaikhnya sudah berpaling dari si murid. Dalam hal ini jika seluruh syaikh dan wali-NYA yang lain dari timur sampai ke barat dikumpulkan seluruhnya, untuk mengubah hati syaikhnya, niscaya sia-sia dan tidak akan berhasil, kecuali sang murid sendiri harus berusaha untuk mengubah hati syaikhnya dan minta maaf serta mendapat keridhoannya.
* Jika anda menyimpan penuh ta’zhim (kepatuhan) dan penghormatan setinggi-tingginya terhadap syaikhmu, senantiasa menghargainya, percaya lahir dan batin bersedia mematuhi segala perintahnya, mencontoh akhlaknya, maka itulah tandanya anda sedang mewarisi rahasia-rahasia dari syaikhmu dari syaikhnya dari syaikhnya terus bersambung sampai dari Baginda Nabi Rosulullah SAW, atau sebagian dari rahasia-rahasia tersebut, dan ia terus akan hidup di sisimu sesudah wafatnya syaikhmu, inilah anugrah yang terbesar dari Allah SWT yang dapat menghantarkan kita selamat & bahagia di dalam agama, dunia dan akhirat kelak.
* Para orang sholeh itu setelah wafat hanya hilang jasadnya saja, pada hakikatnya masih hidup seperti sedia kala malah tambah tajam pandangan bashirohnya dan makin kuat tawajuhnya (menghadap) kepada Allah.
“Aku tidak pernah melihat ada yang benar-benar memberi, selain Allah SWT. Jika ada seseorang memberiku sesuatu, kebaikannya itu tidak meninggikan kedudukannya di sisiku, karena aku mrnganggap orang itu hanyalah perantara saja,”
“Andaikan aku kuasa dan mampu, tentu akan kupenuhi kebutuhan semua kaum faqir miskin. Sebab pada awalnya, agama ini ditegakkan oleh kaum Mukminin yang lemah.” “Dengan sesuap makanan tertolaklah bencana.”
“Sesungguhnya aku tidak ingin bercakap-cakap dengan masyarakat, aku juga tidak menyukai pembicaraan mereka, dan tidak peduli kepada siapapun dari mereka. Sudah menjadi tabiat dan watakku bahwa aku tidak menyukai kemegahan dan kemasyhuran. Aku lebih suka berkelana di gurun sahara. Itulah keinginanku; itulah yang kudambakan. Namun, aku menahan diri tidak melaksanakan keinginanku agar masyarakat dapat mengambil manfaat dariku.”
"Kebanyakan orang, jika tertimpa musibah penyakit atau lainnya, mereka tabah dan sabar; mereka sadar bahwa itu adalah qodho dan qodar Allah SWT. Tetapi jika diganggu orang, mereka sangat marah. Mereka lupa bahwa gangguan-gangguan itu sebenarnya juga qodho dan qodar Allah SWT, mereka lupa bahwa sesungguhnya Allah SWT hendak menguji dan menyucikan jiwa mereka.
Rasulullah bersabda :
“Besarnya pahala tergantung pada beratnya ujian. Jika Allah SWT mencintai suatu kaum, ia akan menguji mereka. Barang siapa ridho, ia akan memperoleh keridhoannya; barang siapa tidak ridho, Allah SWT akan murka kepadanya.”
( HR Thabrani dan Ibnu Majah )
“Ajaklah orang awam kepada syariat dengan bahasa syariat; ajaklah ahli syariat kepada tarekat ( thariqah ) dengan bahasa tarekat; ajaklah ahli tarekat kepada hakikat ( haqiqah ) dengan bahasa hakikat, ajaklah ahli hakikat kepada Al-Haq dengan bahasa Al-Haq, dan ajaklah ahlul Haq kepada Al-Haq dengan bahasa Al-Haq.”
"Beramallah sebanyak mungkin dan pilihlah amal yang dapat kamu kerjakan secara berkesinambungan ( mudawamah ). Jangan remehkan satu amal pun yang pernah kau kerjakan. Sebab setelah Imam Ghazali wafat, seseorang bermimpi bertemu dengannya dan bertanya, "Bagaimana Allah swt memperlakukanmu?"
"Dia mengampuniku" jawab Imam Ghazali.
"Amal apa yang menyebabkan Allah swt mengampunimu?"
"Suatu hari, ketika aku sedang menulis, tiba-tiba seekor lalat hinggap di penaku. Kubiarkan ia minum tinta itu hingga puas."
Ketahuilah! Amal yang bernilai tinggi adalah amal yang dianggap kecil dan dipandang remeh oleh nafsu. Adapun amal yang dipandang mulia dan bernilai oleh nafsu, pahalanya dapat sirna, baik karena pelakunya, amalnya itu sendiri ataupun karena orang lain yang berada sekitarnya."
"di zaman ini kita harus berhati-hati, sebab zaman ini adalah zaman syubhat. Para Ulama menyatakan, tidak sepatutnya seorang yang berilmu bingung membedakan yang baik dan buruk. Sebab, kebaikan dan keburukan adalah dua hal yang sangat jelas, setiap orang dapat membedakannya.
Seorang berilmu ketika harus memilih satu diantara dua kebaikan atau dua keburukan, maka dia akan memilih kebaikan yang terbaik dan meninggalkan keburukan yang terburuk. Sebagai contoh, jika ada seseorang ingin melukaimu dengan tongkat atau pisau, dank au tidak dapat menghindarinya, maka terluka oleh tongkat lebih ringan. Atau ada seseorang tidak mampu berjalan, sedangkan kau mampu. Jika kau turun dari hewan tungganganmu dan menyuruhnya naik, maka itu lebih baik daripada engkau boncengkan dia, meskipun kedua-duanya baik.
Begitulah keadaan kami di zaman ini. Memilih yang terbaik dari dua kebaikan dan meninggalkan yang terburuk dari dua keburukan merupakan salah satu kaidah agama yang disampaikan oleh para salaf seperti Imam Malik bin Anas dan Ulama lainnya. Semoga Allah swt meridhai mereka semua.
Barangsiapa tidak mengetahui akidah ini, maka dia adalah seorang yang bodoh. Jika dia tidak mengetahui kaidah ini dan memandang dirinya sebagai seorang yang berilmu, maka dia adalah seorang yang teramat bodoh. Dia seperti seorang kikir yang merasa dirinya sebagai seorang dermawan. Orang seperti ini adalah orang teramat kikir."
"Persahabatan, pertemanan dan pergaulan memiliki pengaruh yang sangat kuat untuk membuat seseorang menjadi baik maupun buruk. Persahabatan dan pergaulan dengan orang-orang shaleh dan berbudi membawa manfaat, sedangkan persahabatan dan pertemanan dengan orang-orang fasik dan durhaka membawa bahaya. Hanya saja manfaat persahabatab dengan orang shaleh atau bahaya pergaulan dengan pendurhaka tersebut terkadang tidak tampak secara langsung, akan tetapi secara bertahap dan setelah berlangsung lama.
Rasulullah saw bersabda :
المرء مع جليسه
Seseorang akan bersama teman duduknya.
المرء على دين خليله, فلينظر أحدكم من يخالل
Seseorang itu akan mengikuti agama sahabatnya, oleh karena itu setiap orang dari kalian hendaknya memperhatikan siapa yang ia jadikan teman.
( HR. Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad )
الجليس الصّالح خير من الوحدة والوحدة خير من جليس السّوء
Teman duduk yang baik lebih utama daripada menyendiri; danmenyendiri lebih baik daripada bergaul dengan teman yang buruk.
"Jika engkau ingin mengetahui ilmu dan amal yang bermanfaat dan penting atau yang paling bermanfaat dan paling penting bagimu, maka bayangkanlah bahwa besok engkau akan mati, kembali kepada Allah swt dan berdiri dihadapan-Nya. Allah swt kemudian menanyakan semua ilmu, amal dan keadaanmu. Setelah itu engkau akan dimasukkan ke Surga atau Neraka.
Ilmu dam amal yang engkau anggap lebih utama pada saat membayangkan kematian tersebut adalah ilmu dan amal yang penting dan bermanfaat engkau miliki. Itulah yang seharusnya engkau tekuni dan cari.
Sedangkan semua yang engkau anggap tidak bermanfaat dan penting ketika engkau membayangkan kematian tersebut, maka tinggalkanlah. Jangan sibukkan dirimu untuk mencari dan mempelajarinya. Begitu pula dengan semua kegiatan hidup, apa yang engkau anggap penting dan memang harus kau penuhi ketika membayangkan kematian itu, maka jangan kau tinggalkan. Dan apa yang tidak kau butuhkan pada saat itu, maka tinggalkan dan jangan kau kerjakan.
"Secara umum, pada awalnya kebaikan itu berat untuk dilakukan, tetapi akhirnya penuh dengan kenikmatan. Orang yang berbuat baik ibarat seorang vpendaki gunung terjal. Ia tidak akan merasa tenang sebelum sampai ke puncaknya.
Sedangkan, keburukan awalnya manis dan akhirnya kelak berat. Orang yang melakukan perbuatan buruk adalah ibarat seorang yang jatuh dari puncak gunung atau atap sebuah rumah. Ia baru merasa akan merasa kesakitan setelah mendarat di tanah."
* Tuntutlah ilmu dari orang-orang yang benar-benar mewarisi ilmu dari Rosulullah SAW, yang sanad isnadnya (silsilah ilmunya sampai Rosulullah) terpercaya karena menuntut ilmu agama itu wajib bagi setiap orang Islam baik laki-laki maupun perempuan. Barang siapa meninggalkannya ia akan berdosa. Karena tanpa ilmu agama, amal ibadah akan tertolak, tidak diterima oleh Allah SWT.
“Setiap orang yang beramal tanpa dibarengi dengan ilmu pengetahuan (tentang amalnya itu) maka amalan-amalannya tertolak dan tidak diterima.”
* Tidak ada di zaman ini (abad 12 H) yang lebih mudah dan baik daripada Thoriqoh Ba’Alawy yang telah diakui oleh ulama Yaman dan disepakati oleh ulama Haromain (dua Tanah Harom – Mekkah Madinah). Thoriqoh Ba’Alawy (Alawiyah) adalah Thoriqoh Nabawiyah.
* Thoriqoh Kepemimpinan adalah thoriqoh kami Ba’Alawy, dan ini thoriqoh spesial, dan yang dimaksud thoriqoh kepemimpinan adalah ikut dan tunduk serta pasrahnya seorang murid terhadap jejak langkah guru yang membimbing dan menuntunnya ke jalan Allah, dengan menanggalkan sementara peran akal (rasio). Sesungguhnya akal tidak berperan di dalamnya, sebab segala hal disini berdasarkan kasyf (penglihatan mata hati).
* Ikut langkah-langkah ulama salaf (ulama terdahulu) akan membuahkan kebaikan yang amat besar, walaupun si pengikut bukan tergolong ahlil bathin. Tetapi jika ia serasikan langkahnya dengan ulama salaf, maka ia akan mendapatkan seperti apa yang di dapat oleh mereka para salaf sholihin.
* Segala permasalahan yang ada itu berlandaskan kejujuran, ada pun orang yang biasa berbohong jika diibaratkan bangunan tidaklah jauh berbeda dengan bangunan di atas air (lemah dan mudah runtuh).
* Jika satu zaman itu rusak, maka wajiblah bagi mereka yang hidup di zaman itu, untuk mengikuti jejak langkah ulama salaf sholihin. Jika tidak mampu menyamakan diri dengan mereka dalam setiap langkah, paling tidak hampir menyamai mereka, sebab setiap orang dalam kehidupan itu harus memiliki panutan (imam), sedang orang yang tidak memiliki panutan (Imam) maka panutannya adalah setan.
* Telah sesat sekelompok orang sebab buku yang dibacanya, seseorang tidak akan menjadi alim besar kecuali dengan guru yang membimbing dan menuntunnya, bukan dengan buku yang dibacanya.
* Penghuni kubur dari para Wali Allah berada di sisi Allah. Barang siapa tawajuh kepada mereka, maka mereka spontan datang membantunya.
* Jika kamu melihat seorang dari Ba’Alawy berjalan di luar Thoriqoh Ba’Alawy maka sesungguhnya maka tiada yang menghalangi dirinya selain kelemahannya sendiri, dan kelemahan itu adakalanya dalam kondisi ekonomi atau hati.
* Thoriqoh Alawiyyah berdiri atas dasar kemuliaan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
* Barangsiapa yang menjalin hubungan (kontak batin) dengan kami, maka kami berikan kepadanya segala perhatian kami, kami tidak pernah melepas dan meninggalkannya walaupun dia tinggal jauh dari tempat kami.
* Tidak ada hak yang lebih besar kecuali haknya seorang guru. Ini wajib di pelihara oleh setiap orang Islam yang ingin selamat dunia akhirat. Sungguh pantas bila seorang guru yang mengajar, walau hanya satu huruf, diberi hadiah seribu dirham sebagai tanda hormat padanya. Sebab guru yang mengajarmu satu huruf yang kamu butuhkan dalam agama, dia ibarat bapakmu dalam agama.
* Barang siapa ingin anaknya menjadi orang alim, maka dia harus menghormati para ahli fiqih. Dan memberi sedekah pada mereka. Jika ternyata anaknya tidak menjadi alim, maka pasti diantara cucu keturunannya yang akan menjadi orang alim.
* Seorang murid (pencari jalan menuju Allah) tidak boleh menyakiti hati gurunya karena belajar dan ilmunya tidak akan diberi berkah.
* Adakalanya seseorang murid (pencari jalan menuju Allah) diuji dengan kemiskinan, kepapaan dan kesempitan dalam kehidupan. Maka hendaknya ia bersyukur kepada Allah SWT, disebabkan dengan hal tersebut di atas dan harus beranggapan berprasangka bahwa takdir / kehendak Allah menjadikan anda miskin, papa dan susah serta sempit sebagai sebesar-besarnya kenikmatan karena dunia adalah musuh Allah. Anda harus bersyukur, maka Allah akan mengangkat derajatnya sama dengan para nabi-Nya, para Auliya-Nya dan hamba-hamba yang sholeh.
* Ketahuilah bahwa rizki itu telah ditentukan dan telah dibagikan oleh Allah SWT. Diantara hamba-hamba-Nya ada yang diluaskan rezekinya dan dilapangkan kehidupannya, dan dikurangkankan rizkinya menurut kebijaksanaan-Nya. Bersifatlah qona’ah (cukup) atas apa yang ditentukan Allah bagimu.
* Awas dan waspadalah dengan panjang angan-angan dan harapan tentang kehidupan di dunia, karena dunia akan menariknya untuk mencintai dunia, dan anda akan terikat dengannya sehingga sukar untuk beribadat dan mengasingkan diri untuk menuju jalan akhirat.
* Ada setengah manusia yang tabiatnya suka menganiaya orang, memandang rendah terhadapnya, atau suka mencela dan sebagainya. Jika anda tergolong orang terkena penganiayaan orang maka hendaklah anda bersabar jangan sekali-kali anda membalasnya. Disamping itu, hati anda harus benar-benar bersih dari dengki dan dendam terhadapnya, dan lebih utama lagi jika anda memaafkan orang yang menganiayamu, dan anda doakan supaya Allah memberi petunjuk kepadanya, dan itulah tanda-tanda akhlak serta tingkah laku para Shiddiqin (Orang yang Benar).
* Berusahalah sekuat kemampuanmu dalam menghindari diri dari rasa takut dan butuh serta berharap hak terhadap manusia, karena hal tersebut anda akan dipandang oleh manusia tetapi dipandang hina dalam pandangan Allah SWT, karena orang mukmin itu mulia di sisi Allah SWT, tiada takut pada siapapun selain Allah dan apa yang dicintai-Nya, dan tak pernah mengharapkan sesuatu selain Allah.
* Awas! Jangan sekali-kali anda mentaati syaikh (guru) itu hanya lahiriah semata, karena ketahuilah bahwa syaikh itu dapat melihat ketaatanmu padanya, di belakangnya anda membantah dan mendurhakai kerena sangkaanmu, anda sangka Allah tidak tahu kelakuanmu, sedangkan syaikhmu itu dekat dengan-Nya. Kalau anda begitu akan mendapatkan kecelakaan, kesempitan dan kebinasaan. Bukankah Allah berjanji kepada barang siapa Aku cintai maka penglihatannya adalah penglihatan-KU, pendengarannya adalah pendengaran-KU, mulutnya adalah mulut-KU, tangannya adalah tangan-KU dan kakinya adalah kaki-KU, barangsiapa memusuhinya atau menyakitinya, maka AKU dan para malaikatKU mengumandangkan perang terhadap dirinya. Jangan sekali-kali datang pada syaikh yang lain melainkan dengan izin syaikhmu.
* Ketahuilah bahwa sesungguhnya syaikhmu sangat berat hati tentang apa-apa yang baik untukmu, dengan itu janganlah engkau menuduh dan menyangka bahwa dia menyimpan perasaan dengki dan cemburu terhadap dirimu, dan semoga dijauhkan oleh Allah. Karena kamu hanya memandang sesuatu hal dengan pandangan lahiriah belaka bukan pandangan bashiroh (mata hati dengan Allah). Awas ! Jangan coba-coba menuntut agar syaikhmu mengeluarkan kelebihannya. Karena jika syaikhmu seorang Ahlillaah (orang yang meyakinkan dirinya untuk mengabdi kepada Allah) kekasih Allah, maka ia adalah orang-orang yang teramat merahasiakan kebaikannya, menutupi rahasia-rahasia tentang dirinya, dan sangat jauh untuk menonjolkan dirinya dengan karomah-karomah atau perkara-perkara luar biasa kepada orang banyak meskipun ia amat kuasa dan mampu untuk melakukannya serta diizinkan oleh Allah untuk melahirkannya (memperlihatkan karomahnya).
* Syaikh yang kamil (sempurna) ialah seorang syaikh yang selalu memberi faedah pada muridnya, dengan kesungguhan dalam perbuatan dan perkataanya, dia memelihara muridnya sewaktu di hadapannya maupun ketika berada jauh daripadanya. Sang Syaikh memelihara muridnya dengan getaran-getaran kalbunya dalam segala hal yang dikerjakan oleh muridnya. Maka paling sangat berbahaya jika Syaikhnya sudah berpaling dari si murid. Dalam hal ini jika seluruh syaikh dan wali-NYA yang lain dari timur sampai ke barat dikumpulkan seluruhnya, untuk mengubah hati syaikhnya, niscaya sia-sia dan tidak akan berhasil, kecuali sang murid sendiri harus berusaha untuk mengubah hati syaikhnya dan minta maaf serta mendapat keridhoannya.
* Jika anda menyimpan penuh ta’zhim (kepatuhan) dan penghormatan setinggi-tingginya terhadap syaikhmu, senantiasa menghargainya, percaya lahir dan batin bersedia mematuhi segala perintahnya, mencontoh akhlaknya, maka itulah tandanya anda sedang mewarisi rahasia-rahasia dari syaikhmu dari syaikhnya dari syaikhnya terus bersambung sampai dari Baginda Nabi Rosulullah SAW, atau sebagian dari rahasia-rahasia tersebut, dan ia terus akan hidup di sisimu sesudah wafatnya syaikhmu, inilah anugrah yang terbesar dari Allah SWT yang dapat menghantarkan kita selamat & bahagia di dalam agama, dunia dan akhirat kelak.
* Para orang sholeh itu setelah wafat hanya hilang jasadnya saja, pada hakikatnya masih hidup seperti sedia kala malah tambah tajam pandangan bashirohnya dan makin kuat tawajuhnya (menghadap) kepada Allah.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
dibahas dalam kitab karangan Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad tentang suatu perkara yang sangat-sangat penting di dalam agama Islam. Yaitu perkara tentang amar ma’ruf dan nahi munkar, yaitu mengajakan kepada kebaikan dan melarang daripada kemungkaran yang dilarang oleh Allah SWT.
Ketahuilah, bahwasannya kita
dijadikan oleh Allah sebagai sebaik-baiknya umat. “Kuntum khairan ummati ukhrijat linnas” kalian ini oleh Allah SWT
adalah sebagai sebaik-baiknya umat yang dilahirkan oleh umat manusia. Akan
tetapi kita menjadi sebaik-baiknya umat, tiada
lain karena berkat Nabi besar Muhammad SAW. Dan Allah SWT menyebutkan pilar-pilar
sebaik-baiknya umat. Memiliki ciri yang membedakan kita dengan umat-umat yang
terdahulu dan diantara pilar-pilar/sifat-sifat tersebut sebagaimana yang
dikatakan oleh Allah didalam Al Qur’an:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ
Allah SWT menyebutkan sifat-sifat daripada mereka sebaik-baiknya umat,
- Kalian selalu mengajak kepada kebaikan,
- Dan melarang daripada kemungkaran karena Allah SWT,
- Dan senantiasa dalam keimanan kepada Allah SWT
Ini sifat yang dimuliakan oleh
Allah daripada umat Nabi Muhammad SAW. Karena itu apabila kita ingin menjadi
sebaik-baiknya umat, kita lihat introspeksi diri kita, apakah sifat yang disebutkan
ini ada di dalam diri kita. Sebab setiap orang islam yang menyatakan bersaksi
bahwa “tiada tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah”,
maka dia dituntut untuk menyampaikan kalimat tersebut kepada umat manusia di
alam semesta. Menjadi tuntutan baginya, kewajiban baginya untuk menyampaikan
agama ini. Rasulullah SAW menyatakan di dalam haji Wada’, pada saat-saat
terakhir beliau saw mengatakan, “Hendaknya yang menyaksikan, mendengar, melihat
di antara kalian menyampaikan kepada orang-orang yang tidak hadir.” Ini
kewajiban setiap individu orang islam.
Pernah disebutkan bahwa banyak
sekelompok orang-orang Nasrani, orang-orang yang punya tugas untuk memindahkan
orang dari beberapa keyakinan. Mengajak orang-orang ke dalam agama tersebut.
Mereka berkumpul para misionaris ini, di dalam perkumpulan tersebut mereka
membahas dan mereka mengatakan bahwasannya “Kami orang-orang Nasrani setiap
tahun kami mengirim ke penjuru dunia puluhan ribu misionaris untuk mengajak
manusia domba-domba tersesat ke dalam ajaran mereka. tapi hasilnya tidak
seperti yang diharapkan.” Akan tetapi mereka heran dengan umat Islam, jumlah
misionaris tidak banyak seperti mereka, tapi kenapa setiap hari, setiap saat
bahkan setiap detik di muka bumi ini ribuan bahkan puluhan ribu orang-orang
yang masuk ke dalam agama Islam. Mereka heran, mereka berdiskusi, apa yang
menjadi penyebab utama manusia memeluk agama Islam? Padahal misionaris,
pendakwah di kalangan umat islam tidak banyak seperti mereka. Di akhir diskusi
mereka mengatakan bahwasannya misionaris orang-orang Nasrani setiap tahun hanya
puluhan ribu mereka sebarkan ke seluruh dunia. akan tetapi setiap individu umat
islam mereka dari sejak lahir sejak mengucap Lailahailallah Muhammdurrasulullah
mereka telah mengemban amanah ini mengajak orang-orang ke jalan Allah SWT
Hadirin Ini juga yang penting,
jangan kita lupakan. Dan ketahuilah di antara hal ibadah yang paling dekat
antara hamba dengan Allah SWT dan ibadah yang paling tepat menyenangkan hati
Nabi besar Muhammad SAW adalah Adda’wah
ilallah. Mengajak orang ke jalan
Allah. Bukan mengajak orang kepada pemikiran kita, bukan mengajak orang
kepada pendapatnya, Bukan mengajak orang kepada mazhabnya. Tapi mengajak orang
ke jalan Allah. Ini yang sangat penting, poin yang sangat penting di dalam
berdakwah ke jalan Allah SWT.
Pernah salah seorang ulama besar
di negeri Hadramaut, seorang wali besar sebagaimana dikutip oleh Habib Ali,
yaitu seorang ulama besar yaitu Habib Ja’far bin Muhammad Al Athos. Beliau
seorang ulama besar seorang wali besar di zamannya disebutkan adalah seorang
yang selalu berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW dalam keadaan sadar. Ga cuma bermimpi
dan ga cuma sekali, tapi berjumpa setiap saat dengan Nabi Muhammad SAW salam
keadaan sadar. Suatu kali ketika beliau berjumpa
dengan Nabi besar Muhammad SAW dalam keadaan sadar. Beliau bertanya kepada
Rasulullah, beliau katakan, “Ya Rasulullah, ajarakan kepada saya suatu amalan
yang apabila saya jalankan saya akan dibukakan hati saya pada Allah dan diberikan
derajat yang paling tinggi di sisi Allah SWT?” Lihat, ini Habib tiap saat
berjumpa dengan Nabi besar Muhammad SAW dalam keadaan sadar, apa lagi yang
diinginkan? Derajat udah paling tinggi diberikan oleh Allah tapi Habib minta
anugerah yang lebih agung dari itu. Sebab, kesempurnaan di dalam meraih keimanan
di sisi Allah tidak ada habisnya. Ketika beliau bertanya pertanyaan tersebut,
Nabi besar Muhammad SAW mengatakan kepada Habib Ja’far bin Muhammad Al Athos
“Ya Ja’far, engkau ingin mendapat anugerah yang sangat agung terbesar dari
Allah? Pergilah engkau kepada putramu seorang imam di Hadramaut, putraku Ahmad
bin Umar bin Smait.” Alhabib Ahmad bin Umar bin Smait orang yang paling dekat,
pemimpin para Auliya di dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Datang, beliau
(Habib Ja’far) tempuh perjalanan yang jauh dari Madinah untuk bertanya
menghadap kepada Habib Ahmad bin Umar. Begitu sampai di hadapan Habib Ahmad bin
Umar, sebelum beliau bicara, dijawab langsung oleh Ahmad bin Umar “Engkau dikirim
untuk menghadap kepadaku, ahlan wasahlan.
aku terima engkau,” “Engkau ingin anugerah yang sangat agung dari Allah SWT? Maka
Adda’wah illallah, mengajak orang ke jalan Allah SWT.” Sehingga itu omongan
dari Habib Ahmad bin Umar dipegang oleh Habib Ja’far dipegang dengan kuat,
dengan erat, beliau berdakwah di jalan Allah sehingga mendapat anugerah yang
sangat agung dari Allah SWT.
Alhabib Abdullah bin Alwi Al
Haddad hidup dan matinya di dalam berdakwah ke jalan Allah SWT. Mereka para Auliya
Allah SWT itulah kesibukan mereka (hidup dan matinya di dalam berdakwah ke
jalan Allah SWT), inilah yang mereka lakukan. Barusan kita liat dari apa yang
disampaikan oleh tamu kita dari Scotlandia Asy-Syekh Abdul Ali, bagaimana guru
beliau Al Imam Ahmad Masybul bin Thoha Al Haddad berdakwah bukan cuma ke kota
tapi juga ke pelosok Afrika untuk berdakwah di jalan Allah. Sampai di pelosok,
itu saat ini tempat tersebut sulit untuk dijangkau, tapi beberapa Da’I,
sekarang para da’I udah banyak yang pernah menduduki tempat-tempat itu. Setelah susah payah mereka dapati disitu perkampungan
yang jauh. Orang-orang semuanya menganut agama Islam. Ditanya, “siapa yang
mengenalkan kalian kepada agama islam? Siapa yang mengajarkan kalian kepada kebaikan?”
“Dahulu guru kami adalah Al Imam Habib Ahmad Masybul bin Thoha Al Haddad.”
Saya punya kakek, orang-orang
disini semuanya kenal, Alhabib Salim bin Ahmad bin Jindan, pernah
tausiyah di
sini. “Ke pelosok manapun seseorang di
antara kita pergi, bakal denger namanya Imam Ahmad berjuang di jalan
Allah SWT." Kita mendapatkan anugerah yang terbesar dari Allah swt dgn
melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Minimal yang kita bisa lakukan jaga
keluarga kita. Apa yang
kita denger di sini sampaikan kepada mereka, anak, keluarga kita,
tetanggga
kita, sahabat-sahabat kita, orang-orang yang kita kenal. Ajak mereka ke
jalan
yang diridhoi Allah SWT.
mudah-mudahan kita mendapatkan anugerah yang terbesar dari Allah SWT dan
menjadikan kita bisa menyenangkan hati Nabi besar Muhammad SAW.
Merenungi Kalimat Takbir
Allah Maha Besar dzat dan kerajaan-Nya. Kebesaran-Nya tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, tidak pula dapat diliputi oleh pikiran kita. Cobalah kita renungkan bagaimana besarnya Allah Rabbul ‘Alamin, tentunya kita tidak mungkin memikirkan bagaimana hakikat dzat Allah. Akan tetapi dengan cara melihat bagaimana makhluk Allah yang amat besar, akan tampak kepada kita kebesaran Allah Yang Maha besar lagi Maha Mulia.
Tahukah anda, bagaimana besarnya ‘Arsy Allah Ta’ala? Disebutkan dalam hadits yang dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah1, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلاَّ كَحَلَقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلاَةٍ وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ الْفَلاَةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلَقَةِ .
“Tidaklah tujuh langit dibandingkan kursi (Allah) kecuali seperti cincin yang dilemparkan di tanah lapang, dan besarnya ‘Arasy dibandingkan kursi adalah seperti tanah lapang dibandingkan dengan cincin“.
Subhanallah! Maha Besar Allah, langit yang tujuh saja bila kita perhatikan amat besar, ternyata dibandingkan kursi Allah tidak ada apa-apanya. Dan kursi Allah yang amat besar itu ternyata dibandingkan dengan ‘Arasy Allah hanya sebesar cincin dibandingkan tanah lapang. Akal kita tidak mungkin dapat menggambarkan kebesaran kursi dan ‘Arasy, bagaimana dengan penciptanya?! Subhanallah..
Dan ‘Arasy Allah dipikul oleh beberapa malaikat, dan tahukah antum bagaimana besarnya malaikat pemikul ‘Arasy? Disebutkan dalam hadits:
أُذِنَ لِىْ أَنْ أُحَدِّثَ عَنْ مَلَكٍ مِنْ مَلاَئِكَةِ اللهِ مِنْ حمَلَةِ الْعَرْشِ مَا بَيْنَ شَحْمَةِ أُذُنِهِ إلَى عَاتِقِهِ مَسِيْرَةُ سَبْعِمِائَةِ سَنَةٍ.
“Aku diidzinkan untuk menceritakan tentang salah satu malaikat Allah pemikul ‘arasy, yaitu antara daging telinga (tempat anting. Pen) dengan pundaknya sejauh tujuh ratus tahun perjalanan“. (HR Abu Dawud no 4727, dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam silsilah ash shahihah no 151).
Cobalah bayangkan, apabila jarak antara daging telinga dengan pundaknya sejauh tujuh ratus tahun perjalanan, bagaimana jaraknya antara ujung kepala sampai ke ujung kaki? Maha Besar Allah yang telah menciptakan makhuk-makhluk yang luar biasa besarnya.
Barangkali anda akan terkejut dengan hadits berikut ini yang menceritakan tentang ayam jago paling besar di dunia; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ أَذِنَ لِيْ أَنْ أُحَدِّثَ عَنْ دِيْكٍ قَدْ مَرَقَتْ رِجْلاَهُ الْأَرْضَ وَعُنُقُهُ مُنْثَنٍ تَحْتَ الْعَرْشِ وَهُوَ يَقُوْلُ : سُبْحَانَكَ مَا أَعْظَمَكَ رَبَّنَا !
“Sesungguhnya Allah mengidzinkan aku untuk menceritakan tentang seekor ayam jantan yang kedua kakinya menembus bumi, dan lehernya merunduk di bawah ‘Arasy seraya berkata: “Maha suci Engkau, betapa besarnya Engkau ya Rabb kami“. (HR Ath Thabrani dalam Al Mu’jam Al Ausath no 7324, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah ash shahihah no 150).
Ayam yang sangat besar, namun kita tidak dapat melihatnya karena ia gaib. Dan yang lebih membuat kita tertegun adalah perkataan ayam itu: “..betapa besarnya Engkau ya Rabb kami“. Kalimat yang menunjukkan bahwa penciptanya amat besar dan sangat besar, sehingga ayam itu memandang dirinya amat kecil di hadapanNya, Maha besar Allah dan segala puji baginya.
Keutamaan Takbir
Syaikh Abdurrazzaq al Badr menjelaskan tentang keutamaan takbir dan maknanya, beliau berkata: “Sesungguhnya takbir mempunyai keutamaan yang agung, dan pahalanya di sisi Allah besar, banyak nash yang menganjurkan bertakbir diantaranya adalah firman Allah Ta’ala:
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا
“Dan Katakanlah: “Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya”. (QS. Al Israa: 111).
Allah Ta’ala juga berfirman:
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“..dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. (QS. Al Baqarah: 185).
Allah juga berfirman mengenai haji dan sembelihan untuk taqarrub :
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al Hajj: 37)
Dan firman Allah Ta’ala :
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3)
“Hai orang yang berkemul (berselimut), Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah!” (QS. Al Muddatsir: 1-3).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan keutamaan takbir dan keagungannya, beliau berkata: “Oleh karena itu, syi’ar-syi’ar shalat, adzan, hari raya, dan tempat-tempat tinggi adalah takbir. Ia adalah salah satu kalimat yang paling utama setelah al Qur’an, yaitu subhanallah, alhamdulillah, laa ilaaha illallah, dan Allahu Akbar, sebagaimana disebutkan dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dan tidak ada satupun dalil yang membolehkan mengganti lafadz Allahu Akbar dengan lafadz Allahu A’zham, dan mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat tidak sah kecuali dengan lafadz Allahu Akbar, bila ada orang yang berucap di awal shalatnya: Allahu A’zham, maka shalatnya tidak sah, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ ، وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ ، وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Kunci shalat adalah Ath Thuhur (wudlu), pengharamnya adalah takbir dan penghalalnya adalah taslim”.2
Dan ini adalah pendapat Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Abu Yusuf, Dawud dan lainnya, jika ada orang yang menucapkan selain takbir seperti subhanallah, atau alhamdulillah, maka shalatnya tidak sah.
Dan takbir itu khusus untuk dzikir ketika keadaan naik (tinggi), sebagaimana tasbih itu khusus untuk keadaan turun (rendah), sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab sunan dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: “Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, apabila naik tinggi kami bertakbir, dan apabila turun kami bertasbih”3…”.4
Sesungguhnya takbir itu selalu menyertai muslim dalam banyak ibadah dan ketaatan, ia bertakbir ketika menyelesaikan jumlah bulan puasa, ia bertakbir ketika haji, dan adapun dalam shalat maka takbir mempunyai kedudukan yang agung dan tempat yang mulia. Di dalam adzan disyari’atkan membaca takbir, demikian pula iqamah, dan pengharam shalat adalah takbir, bahkan takbiratul ihram adalah salah satu rukun shalat, dan takbir selalu menyertainya ketika turun dan bangkit dalam shalat.
Imam Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam shahihnya dari Abu Hurairah, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila shalat, beliau bertakbir ketika berdiri, kemudian bertakbir ketika ruku’, kemudian berkata: “Sami’allahu liman hamidah”. Ketika mengangkat tulang punggungnya dari ruku’, kemudian berucap: “Rabbana lakal hamdu”. Kemudian bertakbir ketika turun sujud, kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya, kemudian bertakbir ketika sujud, kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya, kemudian beliau lakukan itu dalam seluruh shalatnya sampai selesai, dan bertakbir ketika bangkit dari dua raka’at setelah duduk”.5
Takbir selalu menyertai muslim dalam shalatnya berulang-ulang, dalam shalat empat raka’at terdapat 22 takbir, dan dalam dua raka’at terdapat 11 kali takbir, maka dalam shalat lima waktu sehari semalam saja ia mengucapkan 94 kali takbir, bagaimana bila ia senantiasa menjaga shalat-shalt sunnah, bagaimana juga bila ditambah dengan dzikir setelah shalat yang ada padanya membaca takbir 33 kali?? Seorang Muslim apabila menjaga shalat lima waktu, beserta shalat-shalat sunnah rawatib yang jumlahnya 12 raka’at, ditambah dengan witir tiga raka’at dan menjaga bacaan takbir setelah shalat 33 kali, maka jumlah takbirnya sehari semalam adalah 342 kali takbir, dan bila ditambah dengan takbir yang mutlak, maka jumlah takbirnya amat banyak hanya Allah yang mengetahuinya.
Takbir adalah salah satu rukun shalat, ini menunjukkan kedudukan takbir dalam shalat amat urgen, bahkan shalat itu sendiri adalah perincian takbir yang merupakan pengharamnya. Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Takbir mengandung perincian-perincian perbuatan shalat, bacaan dan bentuknya, dan shalat dari awal sampai akhir adalah perincian kandungan takbir, maka pengharam manakah yang paling baik dari takbir yang mengandung ikhlas dan tauhid!”6
Dari sini kita dapat mengetahui kedudukan takbir dan keagungannya dalam agama. Takbir bukan sebuah kalimat yang tak bermakna, atau lafadz yang tidak mempunyai kandungan apa-apa, namun ia adalah lafadz yang agung dan tinggi kedudukannya, mengandung makna-makna yang dalam dan maksud yang mulia.
Ibnu Jarir Ath Thabari rahimahullah menafsirkan firman Allah dalam surat Al Israa: 111 “Dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya”. Beliau berkata: “Allah berfirman: agungkanlah Rabbmu wahai Muhammad dengan apa yang Allah perintahkan untuk mengagungkannya dari perkataan dan perbuatan, dan taatilah apa yang Dia perintahkan dan larang”.7
Syaikh Muhammad bin Al Amiin Asy Syanqithi rahimahullah berkata: “Artinya agungkanlah Dia dengan sebesar-besarnya pengagungan, dan pengagungan Allah tampak dalam kekuatan menjaga perintahNya dan menjauhi laranganNya, dan bersegera kepada apa yang mendatankan keridlaanNya”.8
Ini semua mengisyaratkan bahwa agama ini seluruhnya adalah perincian dari kalimat Allahu Akbar, maka seorang muslim yang melaksanakan ketaatan dan ibadah adalah sebagai perealisasian dari takbir dan pengagungan kepada Allah Ta’ala. Dan ini menjelaskan keagungan kalimat ini dan kedudukannya yang tinggi, oleh karena itu diriwayatkan dari Umar bin al Khathab bahwa ia berkata: “Perkataan seorang hamba: “Allahu Akbar” lebih baik dari dunia dan seisinya”.9 Maha besar Allah dan baginya pujian yang banyak.10
Makna takbir.
Syaikh Abdurrazzaq rahimahullah berkata: “Takbir adalah mengagungkan Rabb Tabaraka wa Ta’ala dan membesarkanNya, dan meyakini bahwa tidak ada yang lebih besar dan lebih agung dariNya, semua yang besar menjadi kecil di hadapanNya, para diktator menjadi hina, dan wajah-wajah akan tertunduk kepadaNya, dan segala sesuatu menjadi rendah di hadapanNya.
Al Imam Al Azhari dalam kitabnya Tahdzib al Lughah menyegutkan dua makna “Allahu Akbar”, makna yang pertama adalah Allah besar, dan makna kedua adalah Allah yang paling besar dari semua yang besar. Dan yang benar dari kedua pendapat tersebut adalah yang kedua, syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Takbir maknanya adalah Allah paling besar dari semua yang besar bagi seorang hamba, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Adiy bin Hatim: “Wahai Adiy, apa yang membuatmu lari? Apakah kamu lari dari ucapan Laa ilaaha illallah? Apakah kamu mengetahui ada ilah yang berhak disembah selain Allah? Apakah kamu lari dari ucapan Allah Akbar?? Adakah sesuatu yang lebih besar dari Allah? Hadits ini membatalkan pendapat orang yang mengatakan bahwa makna Akbar sama dengan makna kabiir.11
Hadits Adiy ini diriwayatkan oleh imam Ahmad, At Tirmidzi, ibnu Hibban dan lainnya dengan sanad jayyid.12
Seorang Muslim, apabila ia yakin dan beriman bahwa Allah paling besar dari segala sesuatu, dan bahwa sebesar apapun makhluk, ia menjadi kecil di depan kebesaran Allah dan keagunganNya, dari sana ia akan mengetahui dengan pengetahuan yang pasti, bahwa kebesaran Allah, keagungan, kemuliaan dan keindahanNya bahkan semua sifatNya adalah perkara yang tidak mungkin diliputi oleh akal, tidak pula dapat digambarkan oleh pikiran, dan mata siapapun tidak akan mampu meliputiNya, karena Allah sangat luar biasa besar, bahkan akal dan pikiran kita saja tidak mampu meliputi banyak makhluk-makhluk Allah yang besar, bagaimana dengan penciptanya??
Abu Dzarr berkata: “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلاَّ كَحَلَقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلاَةٍ وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ الْفَلاَةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلَقَةِ .
“Tidaklah tujuh langit dibandingkan kursi (Allah) kecuali seperti cincin yang dilemparkan di tanah lapang, dan besarnya ‘Arasy dibandingkan kursi adalah seperti tanah lapang dibandingkan dengan cincin“.13
Perhatikanlah, bagaimana besarnya langit dibandingkan dengan bumi, bagaimana besarnya kursi dibandingkan dengan langit, dan bagaimana besarnya ‘Arasy dibandingkan dengan kursi, sesungguhnya akal manusia lemah untuk memikirkan dan meliputi kesempurnaan makhluk-makhluk ini, terlebih untuk membayangkan bentuk dan sifatnya, bagaimana dengan pencipta makhluk-makhluk tersebut ?? pastilah Dia lebih besar dan lebih agung dari itu semua, lebih agung dari pemikiran akal tentang hakikat sifat kebesaran dan keagungaNya, karena akal tidak mempu memikirkannya, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang memikirkan dzat Allah Ta’ala, karena pikiran dan akal kita tidak akan mampu mengetahui hakikatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
تَفَكَّرُوا فِي آلَاءِ اللهِ وَلَا تتَفَكَّرُوا فِي اللهِ
“Pikirkanlah ni’mat-ni’mat Allah, dan jangan memikirkan dzat Allah”.14
Berfikir yang diperintahkan oleh hadits ini adalah menghadirkan dua pengetahuan di dalam hati agar membuahkan yang ketiga, sebagaimana yang dijelaskan oleh ibnu Qayyim15. Penjelasannya dengan contoh berikut, yaitu bahwa seorang muslim apabila menghadirkan dalam hatinya keagungan makhluk-makhluk ini berupa langit, bumi, kursi, ‘Arasy dan sebagainya, kemudian ia menghadirkan di hatinya kelemahannya untuk untuk meliputi makhluk-makhluk ini, maka akan menghasilkan pengetahuan yang ketiga yaitu keagungan dan kebesaran pencipta segala sesuatu, Allah Ta’ala berfirman:
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا
“Dan Katakanlah: “Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya”. (QS. Al Israa: 111).
Maha besar Allah, dan bagiNya pujian yang banyak, seraya bertasbih kepadaNya di waktu pagi dan petang.
Rabu, 15 Mei 2013
Al Marhum Al Maghfurlah Al Habib Al Qutub Abubakar bin Muhammad Assegaf (Gresik – Jawa Timur)
Al
Habib Al Qutub Abubakar bin Muhammad Assegaf lahir di kota Besuki, Jawa
Timur, pada tahun 1285 H. Semenjak kecil beliau sudah ditinggal oleh
ayahnya yang wafat di kota Gresik. Pada tahun 1293 H, Habib Abubakar
kemudian berangkat ke Hadramaut karena memenuhi permintaan nenek beliau,
Syaikhah Fatimah binti Abdullah ‘Allan.
Beliau berangkat kesana ditemani dengan Al-Mukarram Muhammad Bazmul.
Sesampainya disana, beliau disambut oleh paman, sekaligus juga gurunya,
yaitu Abdullah bin Umar Assegaf, beserta keluarganya. Kemudian beliau
tinggal di kediaman Al-Arif Billah Al-Habib Syeikh bin Umar bin Saggaf
Assegaf.
Di kota Seiwun beliau belajar ilmu figih dan tasawuf kepada pamannya Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Hiduplah beliau dibawah bimbingan gurunya itu. Bahkan beliau dibiasakan oleh gurunya untuk bangun malam dan shalat tahajud meskipun usia beliau masih kecil. Selain berguru kepada pamannya, beliau juga mengambil ilmu dari para ulama besar yang ada disana. Diantara guru-guru beliau disana antara lain :
Al-Habib Al-Qutub Ali bin Muhammad AlhabsyiDi kota Seiwun beliau belajar ilmu figih dan tasawuf kepada pamannya Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Hiduplah beliau dibawah bimbingan gurunya itu. Bahkan beliau dibiasakan oleh gurunya untuk bangun malam dan shalat tahajud meskipun usia beliau masih kecil. Selain berguru kepada pamannya, beliau juga mengambil ilmu dari para ulama besar yang ada disana. Diantara guru-guru beliau disana antara lain :
Al-Habib Muhammad bin Ali Assegaf
Al-Habib Idrus bin Umar Alhabsyi
Al-Habib Ahmad bin Hasan Alatas
Al-Habib Al-Imam Abdurrahman bin Muhammad Almasyhur (Mufti Hadramaut saat itu).
Al-Habib Syeikh bin Idrus Alaydrus
Al-Habib Al-Qutub Ali bin Muhamad Alhabsyi sungguh telah melihat tanda-tanda kebesaran dalam diri Habib Abubakar dan akan menjadi seorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi. Al-Habib Ali Alhabsyi berkata kepada seorang muridnya, “Lihatlah mereka itu, 3 wali min auliyaillah, nama mereka sama, keadaan mereka sama, dan kedudukan mereka sama. Yang pertama, sudah berada di alam barzakh, yaitu Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Abdullah Alaydrus. Yang kedua, engkau sudah pernah melihatnya pada saat engkau masih kecil, yaitu Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Abdullah Alatas. Dan yang ketiga, engkau akan melihatnya di akhir umurmu”.
Ketika usia murid tersebut sudah menginjak usia senja, ia bermimpi melihat Nabi SAW 5 kali dalam waktu 5 malam berturut-turut. Dalam mimpinya itu, Nabi SAW berkata kepadanya, “(terdapat kebenaran) bagi yang melihatku di setiap kali melihat. Kami telah hadapkan kepadamu cucu yang sholeh, yaitu Abubakar bin Muhammad Assegaf. Perhatikanlah ia”.
Murid tersebut sebelumnya belum pernah melihat Habib Abubakar, kecuali di mimpinya itu. Setelah itu ingatlah ia dengan perkataan gurunya, Al-Habib Ali Alhabsyi, “Lihatlah mereka itu, 3 wali min auliyaillah…”. Tidak lama setelah kejadian mimpinya itu, ia pun meninggal dunia, persis sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Habib Ali bahwa ia akan melihat Habib Abubakar di akhir umurnya.
Setelah menuntut ilmu disana, pada tahun 1302 H beliau pun akhirnya kembali ke pulau Jawa bersama Habib Alwi bin Saggaf Assegaf, dan menuju kota Besuki. Disinilah beliau mulai mensyiarkan dakwah Islamiyyah di kalangan masyarakat. Kemudian pada tahun 1305 H, disaat usia beliau masih 20 tahun, beliau pindah menuju kota Gresik.
Di pulau Jawa, beliaupun masih aktif mengambil ilmu dan manfaat dari ulama-ulama yang ada disana saat itu, diantaranya yaitu :
Al-Habib Abdullah bin Muhsin Alatas (Bogor)
Al-Habib Abdullah bin Ali Alhaddad (wafat di Jombang)
Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alatas (Pekalongan)
Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Umar Bin Yahya (Surabaya)
Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi (Surabaya)
Al-Habib Muhammad bin Ahmad Almuhdhor (wafat di Surabaya)
Pada suatu hari disaat menunaikan shalat Jum’at, datanglah ilhaamat rabbaniyyah kepada diri beliau untuk ber- uzlah dan mengasingkan diri dari keramaian duniawi dan godaannya, menghadap kebesaran Ilahiah, ber-tawajjuh kepada Sang Pencipta Alam, dan menyebut keagungan nama-Nya di dalam keheningan. Hal tersebut beliau lakukan dengan penuh kesabaran dan ketabahan.
Waktu pun berjalan demi waktu, sehingga tak terasa sudah sampai 15 tahun lamanya. Beliau pun akhirnya mendapatkan ijin untuk keluar dari uzlahnya, melalui isyarat dari guru beliau, yaitu Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi. Berkata Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi, “Kami memohon dan ber-tawajjuh kepada Allah selama 3 malam berturut-turut untuk mengeluarkan Abubakar bin Muhammad Assegaf dari uzlahnya”. Setelah keluar dari uzlahnya, beliau ditemani dengan Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi berziarah kepada Al-Imam Al-Habib Alwi bin Muhammad Hasyim Assegaf.
Sehabis ziarah, beliau dengan gurunya itu langsung menuju ke kota Surabaya dan singgah di kediaman Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Masyarakat Surabaya pun berbondong-bondong menyambut kedatangan beliau di rumah tersebut. Tak lama kemudian, Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi berkata kepada khalayak yang ada disana seraya menunjuk kepada Habib Abubakar, “Beliau adalah suatu khazanah daripada khazanah keluarga Ba’alawi. Kami membukakannya untuk kemanfaatan manusia, baik yang khusus maupun yang umum”.
Semenjak itu Habib Abubakar mulai membuka majlis taklim dan dzikir di kediamannya di kota Gresik. Masyarakat pun menyambut dakwah beliau dengan begitu antusias. Dakwah beliau tersebar luas…dakwah yang penuh ilmu dan ikhlas, semata-mata mencari ridhallah. Dalam majlisnya, beliau setidaknya telah mengkhatamkan kitab Ihya Ulumiddin sebanyak 40 kali. Dan merupakan kebiasaan beliau, setiap kali dikhatamkannya pembacaan kitab tersebut, beliau mengundang jamuan kepada masyarakat luas.
Beliau adalah seorang yang ghirahnya begitu tinggi dalam mengikuti jalan, atribut dan akhlak keluarga dan Salafnya Saadah Bani Alawi. Majlis beliau senantiasa penuh dengan mudzakarah dan irsyad menuju jalan para pendahulunya. Majlis beliau tak pernah kosong dari pembacaan kitab-kitab mereka. Inilah perhatian beliau untuk tetap menjaga thoriqah salafnya dan berusaha berjalan diatas… qadaman ala qadamin bi jiddin auza’i.
Itulah yang beliau lakukan semasa hayatnya, mengajak manusia kepada kebesaran Ilahi. Waktu demi waktu berganti, sampai kepada suatu waktu dimana Allah memanggilnya. Disaat terakhir dari akhir hayatnya, beliau melakukan puasa selama 15 hari, dan setelah itu beliau pun menghadap ke haribaan Ilahi. Beliau wafat pada tahun 1376 H pada usia 91 tahun. Jasad beliau disemayamkan di sebelah masjid Jami, Gresik.
Walaupun beliau sudah berpulang ke rahmatillah, kalam-kalam beliau masih terdengar dan membekas di hati para pendengarnya. Akhlak-akhlak beliau masih menggoreskan kesan mendalam di mata orang-orang yang melihatnya. Hal-ihwal beliau masih mengukir keindahan iman di kehidupan para pecintanya.
Radhiyallahu anhu wa ardhah…
——————————————————————————————-
Sebuah perjalanan religius seorang kekasih Allah hingga maqom Shiddiqiyyah Kubro
Beliau adalah Al-Imam al-Quthbul Fard al-Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin Al-Habib Umar bin Segaf as-Segaf (seorang imam di lembah Al-Ahqof). Garis keturunan beliau yang suci ini terus bersambung kepada ulama dari sesamanya hingga bermuara kepada pemuka orang-orang terdahulu, sekarang dan yang akan datang, seorang kekasih nan mulia Nabi Muhammad S.A.W. Beliau terlahir di kampung Besuki (salah satu wilayah di kawasan Jawa Timur) tahun 1285 H. Ayahanda beliau ra. wafat di kota Gresik, sementara beliau masih berumur kanak-kanak.
Sungguh al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf tumbuh besar dalam asuhan dan penjagaan yang sempurna. Cahaya kebaikan dan kewalian telah tampak dan terpancar dari kerut-kerut wajahnya, sampai-sampai beliau R.a di usianya ke-3 tahun mampu mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya. Semua itu tak lain karena power (kekuatan) dan kejernihan rohani beliau, serta kesiapannya untuk menerima curahan anugerah dan Fath (pembuka tabir hati) darinya.
Pada tahun 1293 H, atas permintaan nenek beliau yang sholehah Fatimah binti Abdullah (Ibunda ayah beliau), beliau merantau ditemani oleh al-Mukaram Muhammad Bazamul ke Hadramaut meninggalkan tanah kelahirannya Jawa. Di kala al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf akan sampai di kota Sewun, beliau di sambut di perbatasan kota oleh paman sekaligus guru beliau al-Allamah Abdullah bin Umar berikut para kerabat. Dan yang pertama kali dilantunkan oleh sang paman bait qosidah al-Habib al-Arifbillah Syeh bin Umar bin Segaf seorang yang paling alim di kala itu dan menjadi kebanggaan pada jamannya. Dan ketika telah sampai beliau dicium dan dipeluk oleh pamannya. Tak elak menahan kegembiraan atas kedatangan sang keponakan dan melihat raut wajahnya yang memancarkan cahaya kewalian dan kebaikan berderailah air mata kebahagiaan sang paman membasahi pipinya.
Hati para kaum arifin memiliki ketajaman pandang
Mampu melihat apa yang tak kuasa dilihat oleh pemandang.
Sungguh perhatian dan didikan sang paman telah membuahkan hasil yang baik pada diri sang keponakan. Beliau belajar kepada sang paman al-Habib Abdullah bin Umar ilmu fiqh dan tasawuf, sang paman pun suka membangunkannya pada akhir malam ketika beliau masih berusia kanak-kanak guna menunaikan shalat tahajjud bersama-sama, al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mempunyai hubungan yang sangat kuat dalam menimba ilmu dari para ulama dan pemuka kota Hadramaut. Sungguh mereka (para ulama) telah mencurahkan perhatiannya pada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Maka beliau ra. Banyak menerima dan memparoleh ijazah dari mereka. Diantara para ulama terkemuka Hadramaut yang mencurahkan perhatiannya kepada beliau, adalah al-Imam al-Arifbillah al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, (seorang guru yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf).
Sungguh Habib Ali telah menaruh perhatiannya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf semenjak beliau masih berdomisili di Jawa sebelum meninggalkannya menuju Hadramaut.
Al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi berkata kepada salah seorang murid seniornya “Perhatikanlah! Mereka bertiga adalah para wali, nama, haliyah, dan maqom (kedudukan) mereka sama. Yang pertama adalah penuntunku nanti di alam barzakh, beliau adalah Quthbul Mala al-Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aidrus, yang kedua, aku melihatnya ketika engkau masih kecil beliau adalah al-Habib al-Ghoust Abu Bakar bin Abdullah al-Atthos, dan yang ketiga engkau akan melihat sendiri nanti di akhir dari umurmu”.
Maka tatkala memasuki tahun terakhir dari umurnya, ia bermimpi melihat Rosulullah SAW sebanyak lima kali berturut-turut selama lima malam, sementara setiap kali dalam mimpi Beliau SAW mengatakan kepadanya (orang yang bermimpi) ” Lihatlah di sampingmu, ada cucuku yang sholeh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf”! Sebelumnya orang yang bermimpi tersebut tidak mengenal al-Habib Abu Bakar Assegaf kecuali setelah dikenalkan oleh Baginda Rosul al-Musthofa SAW didalam mimpinya. Lantas ia teringat akan ucapan al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi dimana beliau pernah berkata “Mereka bertiga adalah para wali, nama dan kedudukan mereka sama”. Setelah itu ia (orang yang bermimpi) menceritakan mimpinya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf dan tidak lama kemudian ia meninggal dunia.
Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mendapat perhatian khusus dan pengawasan yang istimewa dari gurunya al Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi sampai-sampai Habib Ali sendiri yang meminangkan beliu dan sekaligus menikahkannya. Selanjutnya (diantara para masyayikhnya) adalah al Allamah al Habib Abdullah bin Umar Assegaf sebagai syaikhut tarbiyah, al Imam al Quthb al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi sebagai syaikhut taslik, juga al Mukasyif al Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Quthban sebagai syaikhul fath. Guru yang terakhir ini sering memberi berita gembira kepada beliau “Engkau adalah pewaris haliyah kakekmu al Habib Umar bin Segaf”. Sekian banyak para ulama para wali dan para kaum sholihin Hadramaut baik itu yang berasal dari Sewun, Tarim dan lain-lain yang menjadi guru al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, seperti al Habib Muhammad bin Ali Assegaf, al Habib Idrus bin Umar al-Habsyi, al Habib Ahmad bin Hasan al-Atthas, al Habib Abdurrahman al-Masyhur, juga putera beliau al Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur, dan juga al Habib Syekh bin Idrus al-Idrus dan masih banyak lagi guru beliau yang lainnya.
Pada tahun 1302 H, ditemani oleh al Habib Alwi bin Segaf Assegaf al Habib Abu Bakar Assegaf pulang ketanah kelahirannya (Jawa) tepatnya di kampung Besuki. Selanjutnya pada tahun 1305 H, ketika itu beliau berumur 20 tahun beliau pindah ke kota Gresik sambil terus menimba ilmu dan meminta ijazah dari para ulama yang menjadi sinar penerang negeri pertiwi Indonesia, sebut saja al Habib Abdullah bin Muhsin al-Atthas, al Habib Abdullah bin Ali al-Haddad, al Habib Ahmad bin Abdullah al-Atthas, al Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya, al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi,al Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdlar, dan lain sebagainya.
Kemudian pada tahun 1321 H, tepatnya pada hari jum’at ketika sang khatib berdiri diatas mimbar beliau r.a mendapat ilham dari Allah SWT bergeming dalam hatinya untuk mengasingkan diri dari manusia semuanya. Terbukalah hati beliau untuk melakukannya, seketika setelah bergeming beliau keluar dari masjid jami’ menuju rumah kediamannya. Beliau al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf ber-uzlah atau khalwat (mengasingkan diri) dari manusia selama lima belas tahun bersimpuh dihadapan Ilahi Rabbi. Dan tatkala tiba saat Allah mengizinkan beliau untuk keluar dari khalwatnya, guru beliau al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi mendatanginya dan memberi isyarat kepada beliau untuk mengakhiri masa khalwatnya, al Habib Muhammad al-Habsyi berkata “selama tiga hari kami bertawajjuh dan memohon kepada Allah agar Abu Bakar bin Muhammad Assegaf keluar dari khalwatnya”, lantas beliau menggandeng al Habib Abu Bakar Assegaf dan mengeluarkannya dari khalwatnya. Kemudian masih ditemani al Habib Muhammad al-Habsyi beliau r.a menziarahi al Habib Alawi bin Muhammad Hasyim, sehabis itu meluncur ke kota Surabaya menuju ke kediaman al Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Sambil menunjuk kepada al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi memproklamirkan kepada para hadirin “Ini al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf termasuk murtiara berharga dari simpanan keluarga Ba ‘Alawi, kami membukanya agar bisa menularkan manfaat bagi seluruh manusia”.
Setelah itu beliau membuka majlis ta’lim dirumahnya, beliau menjadi pengayom bagi mereka yang berziarah juga sebagai sentral (tempat rujukan) bagi semua golongan diseluruh penjuru, siapa pun yang mempunyai maksud kepada beliau dengan dasar husnudz dzan niscaya ia akan meraih keinginannya dalam waktu yang relatif singkat. Di rumah beliau sendiri, al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf telah menghatamkan kitab Ihya’ Ulumuddin lebih dari 40 kali. Pada setiap kali hatam beliau selalu menghidangkan jamuan yang istimewa. al Habib Abu Bakar Assegaf betul-betul memiliki ghirah (antusias) yang besar dalam menapaki aktivitas dan akhlaq para aslaf (pendahulunya), terbukti dengan dibacanya dalam majlis beliau sejarah dan kitab-kitab buah karya para aslafnya.
Adapun maqom (kedudukan) al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, beliau telah mencapai tingkat Shiddiqiyah Kubro. Hal itu telah diakui dan mendapat legitimasi dari mereka yang hidup sezaman dengan beliau. Berikut ini beberapa komentar dari mereka.
al Imam al Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhar berkata,
“Demi fajar dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil. Sungguh al Akh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah mutiara keluarga Segaf yang terus menggelinding (maqomnya) bahkan membumbung tinggi menyusul maqom-maqom para aslafnya”.
Al Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad berkata,
“Sesungguhnya al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang Quthb al Ghaust juga sebagai tempat turunnya pandangan (rahmat) Allah SWT”.
Al Arif billah al Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi pernah berkata di rumah al Habib Abu Bakar Assegaf dikala beliau membubuhkan tali ukhuwah antara beliau dengan al Habib Abu Bakar Assegaf, pertemuan yang diwarnai dengan derai air mata. Habib Ali berkata kepada para hadirin ketika itu,
“Lihatlah kepada saudaraku fillah Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Lihatlah ia..! Maka melihat kepadanya termasuk ibadah”
Al Habib Husein bin Muhammad al-Haddad berkata,
“Sesungguhnya al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang khalifah. Beliau adalah penguasa saat ini, belia telah berada pada Maqom as Syuhud yang mampu menyaksikan (mengetahui) hakekat dari segala sesuatu. Beliau berhak untuk dikatakan “Dia hanyalah seorang hamba yang kami berikan kepadanya (sebagai nikmat)”.
Rabu, 19 Desember 2012
Habib Abdullah bin Ali Al Haddad ( Bangil )
Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad adalah ulama besar pada zamannya.
Beliau menuntut ilmu dari beberapa ulama, kuat beribadah, dan selalu
berusaha mendekatkan diri kepada Allah swt. Ulama yang dikenal sangat
alim, dan karenanya dikenal sebagai Waliyullah itu lahir pada 4 safar
1261 H atau 12 Februari 1840 M di kota Hawi, Tarim ( Hadramaut, Yaman ).
Hadramaut memang dikenal sebagai "lahan subur" bagi pesemaian para
ulama besar dan wali.
Habib Abdullah yang di Indonesia lebih popular dengan sebutan Habib Kramat Bangil terkenal di kalangan kaum muslimin sebagai ulama yang konsisten memperjuangkan kebenaran. Di masa hidupnya, tak jemu-jemu beliau mengajak umat untuk selalu hidup di jalan yang benar sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan Sunah Rasul.
Seperti lazimnya para ulama, Habib Abdullah juga menulis sejumlah kitab. Bukan hanya menulis kitab agama, beliau juga menulis syair yang bermuatan hikmah. Kumpulan syairnya dibukukan dalam bentuk Diwan ( antologi ) berjudul Qalaid Al-Lisan fi Ahl Al-Islami wa Al-Iman.
Sementara kitab yang ia tulis, antara lain, Suliamuthalib li Alal Maratib, Syarah Ratib Haddad, Hujjatul Mukminin fi Tawasul Bisayid Al-Mursalin dan kitab Maulid Al-Haddad, dll. Dan sebagai penghormatan kepadanya, setiap 27 safar digelarlah acara haul di makamnya di Sangeng Kramat, Bangil, Jawa Timur.
Beliau dibesarkan dalam keluarga yang akrab dengan nuansa kenabian, kewalian dan keilmuan. Sejak kecil, beliau mendapat bimbingan membaca, mempelajari dan menghafal Al-Qur'an dari ayahandanya Al 'Alamah Habib Ali bin Hasan Al-Haddad, sehingga alam pikirannya selalu terpaut dengan Al-Qur'an.
Menjelang dewasa, beliau meneruskan study di kota kelahirannya, Tarim. Di sanalah beliau mengenyam beberapa cabang ilmu, seperti tafsir, fiqih, hadits dll dari para ulama terkemuka. Guru-gurunya antara lain :
• Mufti Habib Al 'Allamah Abdurrahman Al-Masyhur ( pengarang kitab Bughayat al-Mustarsyidin .)
• Habib Umar bin Hasan Al-Haddad di Ghurfah.
• Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi di Sewun.
• Habib Muhsin bin Alwi Assegaf.
• Habib Muhammad bin Ibrahim Bilfaqih.
Dalam hal tasawuf, beliau berguru kepada Al 'Allamah Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad yang terkenal sebagai pendiri Tarekat Haddadiyah. Beberapa tahun setelah belajar kepada guru tasawufnya itu, beliau juga dikenal sebagai sufi terkemuka dan seorang mursyid di kalangan Tarekat Haddadiyah.
Pada tahun 1281 H / 1860 M, beliau meninggalkan kampong halaman menuju kota Do,an dan Gidun untuk berguru kepada beberapa ulama, seperti Habib Thohir bin Umar Al-Haddad dan Syekh Muhammad bin Abdullah Basuwaidan. Kepada mereka, Habib Abdullah mempelajari kitab Minhaj Al-Thalibin karya Imam Nawawi. Tak lama kemudian, beliau mendapat ijazah untuk beberapa cabang ilmu, seperti Aqidah, Nas ( pegangan dalam hokum islam ), ilmu Ushul ( pokok-pokok ilmu pengetahuan tentang ilmu fiqih ), periwayatan hadits dan logika.
Sebagai Ulama yang haus ilmu, pada 1294 H / 1873 M, beliau meneruskan perjalanan ke Guairah untuk berguru kepada Al'Alamah Al-'Arif billah Habib Ahmad bin Muhammad Al-Mukhdar. Dari ayahanda Habib Muhammad bin Ahmad Al-Mukhdar ( Bondowoso, Jawa Timur ), beliau mendapat ijazah untuk beberapa cabang ilmu pengetahuan.
Pada salah satu mukadimah ijazahnya, disebutkan, "Aku berikan ijazah kepada keturunan Al-Quthb Al-Ghouts, Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, seorang ahli ibadah yang tampak di wajahnya cahaya ulama salaf. Kelak, dia akan menggantikan kedudukan salaf pendahulunya dan aku anggap dia sebagai anakku."
Pada tahun 1295 H / 1874 M, beliau menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makam Rasulullah saw. Selama berada di Makkah, beliau tinggal di rumah mufti Habib Muhammad bin Husein Al-Habsyi ( ayahanda Al-Imam Al-'Allamah Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi ), penyusun Simtud Duror. Sementara, di kota Jarwal, beliau mempelajari, antara lain, ilmu Nahwu ( tata kalimat ) dan mantik ( logika ), sehingga memperoleh ijazah dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
Tak lama kemudian, beliau menuju ke Madinah. Tinggal empat bulan disana, beliau berguru pada Syekh Muhammad Abdul Mukti bin Muhammad al-Azab, seorang faqih dan pakar bahasa arab. Tapi beliau tidak mendapat ijazah, sebelum mendapat ijazah dari Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Setelah mendapat ijazah dari Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad berupa wirid dan kitab-kitab karangannya, barulah beliau memperoleh ijazah dari Syekh Muhammad Abdul Mukti.
Setelah "kenyang" dengan ilmu, pada 1297 H / 1876 M, beliau mulai berdakwah ke tanah Melayu. Mula-mula ke Singapura, lalu ke Johor. Disana, beliau bersahabat dengan Sayyid Salim bin Thaha Al-Habsyi dan Sultan Abu Bakar bin Ibrahim yang saat itu menjadi Sultan Johor. Ketika menghadiri peresmian istana Kesultanan Johor, beliau ditemui oleh Sultan Ahmad dari Padang dan diminta untuk menjadi disana. Namun, Habib Abdullah menolak dengan baik.
Setelah kurang lebih empat tahun berdakwah di Johor, beliau meneruskan perjanan dakwahnya ke Jawa, Indonesia. Mula-mula, beliau tiba di Batavia, kemudian meneruskan ke Bogor, Solo dan Surabaya. Di kota-kota tersebut, beliau merasa kurang nyaman, walaupun kaum muslimin setempat menyambutnya dengan antusias. Pada akhir syawal 1301 H, beliau tiba di Bangil, Jawa Timur. Disinilah beliau merasakan kenyamanan dan pada akhirnya menetap untuk berdakwah. Setiap hari, selepas asar, beliau menggelar Rahah ( pengajian ), dan setiap kamis mengisi majelis taklim di Masjid Kalianyar.
Beliau mengisi hari-harinya dengan ibadah. Sejak magrib hingga menjelang isya, beliau selalu membaca Al-Qur'an dengan hafalan. Selepas shalat Isya berjemaah, beliau beristirahat selama dua jam, dan setelah itu membaca ratib bersama anak dan para sahabatnya. Kemudian, beliau menyelenggarakan muthala'ah ( menelaah ) sampai pukul 24.00.
Dua jam kemudian, beliau beristirahat lalu shalat Sunah, dan setelah itu berkeliling kota Bangil.pukul 03.00 dinihari pulang, lalu shalat Tahajud hingga menjelang fajar. Setelah shalat Subuh berjemaah dengan keluarga, beliau membaca wirid sampai menjelang waktu dhuha, lalu sholat dhuha delapan raka'at. Begitulah amalan Ulama besar ini setiap hari.
Pada suatu malam, ketika berjalan mengelilingi kota Bangil, beliau bertemu dengan seorang anggota hansip. "Kenapa malam-malam begini Habib keliling di jalanan?".tanya hansip keheranan.
"Mengapa kamu juga berada di pos penjagaan ini?" Habib Abdullah kembali bertanya.
"Kami ditugasi oleh Pak Camat menjaga daerah sekitar ini." Jawab Hansip.
Maka Habib Abdullah pun menimpali, "Saya mendapat tugas dari penguasa alam semesta."
Suatu hari, beliau membacakan kitab-kitab karangan Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad di Masjid Kalianyar. Setiap kali hadir di majelis taklim yang dihadiri kurang lebih 60 orang itu, beliau biasa membawa ketel kecil berisi kopi. Usai pengajian, menjelang magrib, dihidangkanlah kopi untuk para jemaah. Kopi itu cukup untuk 60 orang yang hadir.
Suatu hari, tanpa diduga, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar bersama rombongan sebanyak 60 orang berkunjung ke majlis taklim tersebut. Habib Abdullah pun minta Syekh Mubarak Jabli menuangkan kopi dan menghidangkannya kepada mereka. Setelah menuangkan kopi ke beberapa cangkir, ternyata kopinya habis, dan ia berhenti menghidangkan kopi.
"Tuangkanlah lagi kopinya." Kata Habib Abdullah.
Dengan bingung, Syekh Mubarak berbisik kepada Habib Muhammad, putra Habib Abdullah, "Ketelnya sudah kosong."
Tapi kata Habib Muhammad, "Turuti saja perintahnya."
Maka Syekh Mubarak pun kembali mencoba menuangkan kopi ke cangkir-cangkir dari ketel kosong itu. Tapi betapa terkejut manakala dilihatnya, atas izin Allah swt, dari ketel kosong tetap mengucur kopi hangat hingga seluruh tamu kebagian.
Suatu sore, seorang bangsawan Bugis dari Makassar bertandang ke Bangil, dan menghadiahkan sebuah peti dari emas berisi kayu gaharu, dan sejumlah besar uang untuk Habib Abdullah. Sebelum menerima hadiah, beliauu bertanya, "Apakah di negerimu ada orang yang berhak menerima sedekah?"
Bangsawan itu berkata, "ya, ada."
Maka Habib Abdullah berkata pun minta agar hadiah itu dibagi-bagikan kepada faqir miskin di Makassar.
"Alhamdulillah, kami dalam keadaan mampu." Ujar Habib Abdullah seraya menunjuk sebuah karung penuh uang emas. Maka sang bangsawan Bugis itu pun segera mohon maaf dan berjanji melaksanakan amanatnya. Habib Abdullah memang dikenal sangat dekat dengan faqir miskin. Setiap bulan, beliau membantu sekitar 70 keluarga miskin.
Suatu hari Residen Pasuruan dating ke Bangil. Begitu ia turun dari kereta berkuda, semua orang berdiri menghormatinya. Kebetulan saat itu, Habib Abdullah berada disitu, mengantar pamannya, Habib Ahmad bin Hasan Al-Haddad, hendak pulang ke Surabaya. Ketika sang Residen lewat persis di depan Habib Abdullah, ia tidak mengindahkannya. Ia tetap duduk santai, tidak berdiri menghormatinya.
Maka datang seorang anggota polisi memerintahkannya datang ke kantor Residenan Pasuruan. Tanpa pikir panjang, beliau pun berangkat kesana. Sampai disana, beliaupun menunggu di ruang depan, tapi tak seorangpun petugas pun menemuinya. Anehnya, bahkan ada beberapa petugas yang lari ketakutan ketika melihat kehadiran Habib Abdullah.
Akhirnya, seorang pegawai Karisidenan menemuinya sambil berkata gemetara, "Sebaiknya Habib kembali saja, sebab Residen dan semua stafnya takut melihat Habib yang didampingi dua ekor harimau dengan mulut terbuka."
Setelah kejadian itu, Sang Residen meletakkan jabatan.
Suatu hari, Sayid Umar Syatta, Mufti Haramain dari Mekah, menerima ru'yah ( penampakan dalam mimpi ) bahwa Rasulullah saw menganjurkannya untuk menemui Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad.
"Dia adalah cucuku yang sebenarnya." Kata Nabi saw dalam ru'yah tersebut. Dalam perjumpaan itu, Sayyid Umar Syatta menciumi lutut dan kaki serta minta maaf kepada Habib Abdullah, karena tidak tahu kedudukan Habib Abdullah; jika Nabi saw tidak memberitahukannya.
Ada satu hal yang selalu beliau tekankan kepada murid-muridnya, juga dalam tulisan di beberapa kitabnya. Beliau selalu mengajarkan untuk berprilaku tawaduk ( rendah hati ), tidak takabur, sombong dan ria. Sebab, kata habib Abdullah, semua itu adalah sifat-sifat setan.
Habib Abdullah yang di Indonesia lebih popular dengan sebutan Habib Kramat Bangil terkenal di kalangan kaum muslimin sebagai ulama yang konsisten memperjuangkan kebenaran. Di masa hidupnya, tak jemu-jemu beliau mengajak umat untuk selalu hidup di jalan yang benar sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan Sunah Rasul.
Seperti lazimnya para ulama, Habib Abdullah juga menulis sejumlah kitab. Bukan hanya menulis kitab agama, beliau juga menulis syair yang bermuatan hikmah. Kumpulan syairnya dibukukan dalam bentuk Diwan ( antologi ) berjudul Qalaid Al-Lisan fi Ahl Al-Islami wa Al-Iman.
Sementara kitab yang ia tulis, antara lain, Suliamuthalib li Alal Maratib, Syarah Ratib Haddad, Hujjatul Mukminin fi Tawasul Bisayid Al-Mursalin dan kitab Maulid Al-Haddad, dll. Dan sebagai penghormatan kepadanya, setiap 27 safar digelarlah acara haul di makamnya di Sangeng Kramat, Bangil, Jawa Timur.
Beliau dibesarkan dalam keluarga yang akrab dengan nuansa kenabian, kewalian dan keilmuan. Sejak kecil, beliau mendapat bimbingan membaca, mempelajari dan menghafal Al-Qur'an dari ayahandanya Al 'Alamah Habib Ali bin Hasan Al-Haddad, sehingga alam pikirannya selalu terpaut dengan Al-Qur'an.
Menjelang dewasa, beliau meneruskan study di kota kelahirannya, Tarim. Di sanalah beliau mengenyam beberapa cabang ilmu, seperti tafsir, fiqih, hadits dll dari para ulama terkemuka. Guru-gurunya antara lain :
• Mufti Habib Al 'Allamah Abdurrahman Al-Masyhur ( pengarang kitab Bughayat al-Mustarsyidin .)
• Habib Umar bin Hasan Al-Haddad di Ghurfah.
• Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi di Sewun.
• Habib Muhsin bin Alwi Assegaf.
• Habib Muhammad bin Ibrahim Bilfaqih.
Dalam hal tasawuf, beliau berguru kepada Al 'Allamah Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad yang terkenal sebagai pendiri Tarekat Haddadiyah. Beberapa tahun setelah belajar kepada guru tasawufnya itu, beliau juga dikenal sebagai sufi terkemuka dan seorang mursyid di kalangan Tarekat Haddadiyah.
Pada tahun 1281 H / 1860 M, beliau meninggalkan kampong halaman menuju kota Do,an dan Gidun untuk berguru kepada beberapa ulama, seperti Habib Thohir bin Umar Al-Haddad dan Syekh Muhammad bin Abdullah Basuwaidan. Kepada mereka, Habib Abdullah mempelajari kitab Minhaj Al-Thalibin karya Imam Nawawi. Tak lama kemudian, beliau mendapat ijazah untuk beberapa cabang ilmu, seperti Aqidah, Nas ( pegangan dalam hokum islam ), ilmu Ushul ( pokok-pokok ilmu pengetahuan tentang ilmu fiqih ), periwayatan hadits dan logika.
Sebagai Ulama yang haus ilmu, pada 1294 H / 1873 M, beliau meneruskan perjalanan ke Guairah untuk berguru kepada Al'Alamah Al-'Arif billah Habib Ahmad bin Muhammad Al-Mukhdar. Dari ayahanda Habib Muhammad bin Ahmad Al-Mukhdar ( Bondowoso, Jawa Timur ), beliau mendapat ijazah untuk beberapa cabang ilmu pengetahuan.
Pada salah satu mukadimah ijazahnya, disebutkan, "Aku berikan ijazah kepada keturunan Al-Quthb Al-Ghouts, Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, seorang ahli ibadah yang tampak di wajahnya cahaya ulama salaf. Kelak, dia akan menggantikan kedudukan salaf pendahulunya dan aku anggap dia sebagai anakku."
Pada tahun 1295 H / 1874 M, beliau menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makam Rasulullah saw. Selama berada di Makkah, beliau tinggal di rumah mufti Habib Muhammad bin Husein Al-Habsyi ( ayahanda Al-Imam Al-'Allamah Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi ), penyusun Simtud Duror. Sementara, di kota Jarwal, beliau mempelajari, antara lain, ilmu Nahwu ( tata kalimat ) dan mantik ( logika ), sehingga memperoleh ijazah dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
Tak lama kemudian, beliau menuju ke Madinah. Tinggal empat bulan disana, beliau berguru pada Syekh Muhammad Abdul Mukti bin Muhammad al-Azab, seorang faqih dan pakar bahasa arab. Tapi beliau tidak mendapat ijazah, sebelum mendapat ijazah dari Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Setelah mendapat ijazah dari Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad berupa wirid dan kitab-kitab karangannya, barulah beliau memperoleh ijazah dari Syekh Muhammad Abdul Mukti.
Setelah "kenyang" dengan ilmu, pada 1297 H / 1876 M, beliau mulai berdakwah ke tanah Melayu. Mula-mula ke Singapura, lalu ke Johor. Disana, beliau bersahabat dengan Sayyid Salim bin Thaha Al-Habsyi dan Sultan Abu Bakar bin Ibrahim yang saat itu menjadi Sultan Johor. Ketika menghadiri peresmian istana Kesultanan Johor, beliau ditemui oleh Sultan Ahmad dari Padang dan diminta untuk menjadi disana. Namun, Habib Abdullah menolak dengan baik.
Setelah kurang lebih empat tahun berdakwah di Johor, beliau meneruskan perjanan dakwahnya ke Jawa, Indonesia. Mula-mula, beliau tiba di Batavia, kemudian meneruskan ke Bogor, Solo dan Surabaya. Di kota-kota tersebut, beliau merasa kurang nyaman, walaupun kaum muslimin setempat menyambutnya dengan antusias. Pada akhir syawal 1301 H, beliau tiba di Bangil, Jawa Timur. Disinilah beliau merasakan kenyamanan dan pada akhirnya menetap untuk berdakwah. Setiap hari, selepas asar, beliau menggelar Rahah ( pengajian ), dan setiap kamis mengisi majelis taklim di Masjid Kalianyar.
Beliau mengisi hari-harinya dengan ibadah. Sejak magrib hingga menjelang isya, beliau selalu membaca Al-Qur'an dengan hafalan. Selepas shalat Isya berjemaah, beliau beristirahat selama dua jam, dan setelah itu membaca ratib bersama anak dan para sahabatnya. Kemudian, beliau menyelenggarakan muthala'ah ( menelaah ) sampai pukul 24.00.
Dua jam kemudian, beliau beristirahat lalu shalat Sunah, dan setelah itu berkeliling kota Bangil.pukul 03.00 dinihari pulang, lalu shalat Tahajud hingga menjelang fajar. Setelah shalat Subuh berjemaah dengan keluarga, beliau membaca wirid sampai menjelang waktu dhuha, lalu sholat dhuha delapan raka'at. Begitulah amalan Ulama besar ini setiap hari.
Pada suatu malam, ketika berjalan mengelilingi kota Bangil, beliau bertemu dengan seorang anggota hansip. "Kenapa malam-malam begini Habib keliling di jalanan?".tanya hansip keheranan.
"Mengapa kamu juga berada di pos penjagaan ini?" Habib Abdullah kembali bertanya.
"Kami ditugasi oleh Pak Camat menjaga daerah sekitar ini." Jawab Hansip.
Maka Habib Abdullah pun menimpali, "Saya mendapat tugas dari penguasa alam semesta."
Suatu hari, beliau membacakan kitab-kitab karangan Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad di Masjid Kalianyar. Setiap kali hadir di majelis taklim yang dihadiri kurang lebih 60 orang itu, beliau biasa membawa ketel kecil berisi kopi. Usai pengajian, menjelang magrib, dihidangkanlah kopi untuk para jemaah. Kopi itu cukup untuk 60 orang yang hadir.
Suatu hari, tanpa diduga, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar bersama rombongan sebanyak 60 orang berkunjung ke majlis taklim tersebut. Habib Abdullah pun minta Syekh Mubarak Jabli menuangkan kopi dan menghidangkannya kepada mereka. Setelah menuangkan kopi ke beberapa cangkir, ternyata kopinya habis, dan ia berhenti menghidangkan kopi.
"Tuangkanlah lagi kopinya." Kata Habib Abdullah.
Dengan bingung, Syekh Mubarak berbisik kepada Habib Muhammad, putra Habib Abdullah, "Ketelnya sudah kosong."
Tapi kata Habib Muhammad, "Turuti saja perintahnya."
Maka Syekh Mubarak pun kembali mencoba menuangkan kopi ke cangkir-cangkir dari ketel kosong itu. Tapi betapa terkejut manakala dilihatnya, atas izin Allah swt, dari ketel kosong tetap mengucur kopi hangat hingga seluruh tamu kebagian.
Suatu sore, seorang bangsawan Bugis dari Makassar bertandang ke Bangil, dan menghadiahkan sebuah peti dari emas berisi kayu gaharu, dan sejumlah besar uang untuk Habib Abdullah. Sebelum menerima hadiah, beliauu bertanya, "Apakah di negerimu ada orang yang berhak menerima sedekah?"
Bangsawan itu berkata, "ya, ada."
Maka Habib Abdullah berkata pun minta agar hadiah itu dibagi-bagikan kepada faqir miskin di Makassar.
"Alhamdulillah, kami dalam keadaan mampu." Ujar Habib Abdullah seraya menunjuk sebuah karung penuh uang emas. Maka sang bangsawan Bugis itu pun segera mohon maaf dan berjanji melaksanakan amanatnya. Habib Abdullah memang dikenal sangat dekat dengan faqir miskin. Setiap bulan, beliau membantu sekitar 70 keluarga miskin.
Suatu hari Residen Pasuruan dating ke Bangil. Begitu ia turun dari kereta berkuda, semua orang berdiri menghormatinya. Kebetulan saat itu, Habib Abdullah berada disitu, mengantar pamannya, Habib Ahmad bin Hasan Al-Haddad, hendak pulang ke Surabaya. Ketika sang Residen lewat persis di depan Habib Abdullah, ia tidak mengindahkannya. Ia tetap duduk santai, tidak berdiri menghormatinya.
Maka datang seorang anggota polisi memerintahkannya datang ke kantor Residenan Pasuruan. Tanpa pikir panjang, beliau pun berangkat kesana. Sampai disana, beliaupun menunggu di ruang depan, tapi tak seorangpun petugas pun menemuinya. Anehnya, bahkan ada beberapa petugas yang lari ketakutan ketika melihat kehadiran Habib Abdullah.
Akhirnya, seorang pegawai Karisidenan menemuinya sambil berkata gemetara, "Sebaiknya Habib kembali saja, sebab Residen dan semua stafnya takut melihat Habib yang didampingi dua ekor harimau dengan mulut terbuka."
Setelah kejadian itu, Sang Residen meletakkan jabatan.
Suatu hari, Sayid Umar Syatta, Mufti Haramain dari Mekah, menerima ru'yah ( penampakan dalam mimpi ) bahwa Rasulullah saw menganjurkannya untuk menemui Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad.
"Dia adalah cucuku yang sebenarnya." Kata Nabi saw dalam ru'yah tersebut. Dalam perjumpaan itu, Sayyid Umar Syatta menciumi lutut dan kaki serta minta maaf kepada Habib Abdullah, karena tidak tahu kedudukan Habib Abdullah; jika Nabi saw tidak memberitahukannya.
Ada satu hal yang selalu beliau tekankan kepada murid-muridnya, juga dalam tulisan di beberapa kitabnya. Beliau selalu mengajarkan untuk berprilaku tawaduk ( rendah hati ), tidak takabur, sombong dan ria. Sebab, kata habib Abdullah, semua itu adalah sifat-sifat setan.
Karomah Habib Soleh bin Muhsin Al Hamid (Tanggul, Jakarta)
Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid yang paling kanan.
Membicarakan karamah Habib Sholeh tidak bisa lepas dari peristiwa yang mempertemukan dirinya dengan Nabi Khidir AS. Kala itu, layaknya pemuda keturunan Arab lainnya, orang masih memanggilnya Yik, kependekan dari kata Sayyid, yang artinya Tuan, sebuah gelar untuk keturunan Rasulullah.
Suatu ketika Yik Sholeh sedang menuju stasiun Kereta Api Tanggul yang letaknya memang dekat dengan rumahnya. Tiba-tiba datang seorang pengemis meminta uang. Sholeh yang sebenarnya membawa sepuluh rupiah menjawab tidak ada, karena hanya itu yang dimiliki. Pengemis itupun pergi, tetapi kemudian datang dan minta uang lagi. Karena dijawab tidak ada, ia pergi lagi, tetapi lalu datang untuk ketiga kalinya. Ketika didapati jawaban yang sama, orang itu berkata, “Yang sepuluh rupiah di saku kamu?” seketika Yik Sholeh meresakan ada yang aneh. Lalu ia menjabat tangan pengemis itu. Ketika berjabat tangan, jempol si pengemis terasa lembut seperti tak bertulang. Keadaan seperti itu, menurut beberapa kitab klasik, adalah cirri fisik nabi Khidir. Tangannyapun dipegang erat-erat oleh Yek Sholeh, sambil berkata, “Anda pasti Nabi Khidir, maka mohon doakan saya.” Sang pengemispun berdoa, lalu pergi sambil berpesan bahwa sebentar lagi akan datang seorang tamu.Tak lama kemudian, turun dari kereta api seorang yang berpakaian serba hitam dan meminta Yik Sholeh untuk menunjukkan rumah habib Sholeh. Karena di sekitar sana tidak ada yang nama Habib Sholeh, dijawab tidak ada. Karena orang itu menekankan ada, Yik Sholeh menjawab, “Di daerah sini tidak ada, tuan, nama Habib Sholeh, yang ada Sholeh, saya sendiri, “Kalau begitu andalah yang saya cari,” jawab orang itu lalu pergi, membuat Yik Sholeh tercengang.
Sejak itu, rumah Habib Sholeh selalu ramai dikunjungi oraang, mujlai sekedar silaturrahmi, sampai minta berkah doa. Tidak hanya dari tanggul, tetapi juga luar Jawa bahkan luar negeri, seperti Belanda, Afrika, Cina, Malaysia, Singapura dan lain-lain. Mantan wakil Presiden Adam malik adalah satu dari sekian pejabat yang sering sowan kerumahnya. Satu bukti kemasyhuran beliau, jika Habib Sholeh ke Jakarta, menjemputnya bejibun, melebihi penjemputan Presiden,” ujar KH. Abdillah yang mengenal dengan baik Habib, menggambarkan.
KH.Ahmad Qusyairi bin Shiddiq adalah sahabat karib habib. Dulunya Habib Sholeh sering mengikuti pengajian KH. Ahmad Qusyairi di Tanggul, tetapi setelah tanda-tanda kewalian Habib mulai menampak, ganti KH. Qusyairi yang mengaji kepada Habib.
Menjelang wafat, KH. Qusyairi sowan kepada Habib. Tidak seperti biasa, kala itu sambutan Habib begitu hangat, sampai dipeluk erat-erat. Habib pun mnyembelih seekor kambing khusus menjamu sang teman karib. Disela-sela bercengkrama, Habib mengatakan bahwa itu terakhir kali yang ia lakukan. Ternyata beberapa hari kemudian KH. Qusyairi wafat di kediamannya di Pasuruan.
Tersebutlah seorang jenderal yang konon pernah mendapat hadiah pulpen dari Presiden AS D. Esenhower. Suatu ketika pulpen itu raib saat dibawa ajudannya kepasar (kecopetan). Karuan saja sang ajudan kalang kabut, sehingga disarankan oleh seorang kenalannya agar minta tolong ke Habib Sholeh.
Sampai di sana, Habib menyuruh mencari di Pasar Tanggul. Sekalipun aneh, dituruti saja, dan ternyata pulpen itu tidak ditemukan. Habib menyuruh lagi, lagi-lagi tidak ditemukan. Karena memaksa, Habib masuk kedalam kamarnya, dan tak lama kemudian keluar dengan menjulurkan sebuah Pulpen. “Apa seperti ini pulpen itu? Sang ajudan tertegun, karena ternyata itulah pulpen sang jenderal yang sudah pindah ke genggaman pencopet.
Nama Habib Sholeh kian terkenal dan harum. Kisah-kisah yang menuturkan karamah beliau tak terhitung. Tetapi perlu dicatat, karamah hanyalah suatu indikasi kewalian seseorang. Kelebihan itu dapat dicapai setelah melalui proses panjang yaitu pelaksanaan ajaran Islam secara Kaffah. Dan itu dilakukan secara konsekwen dan terus menerus (istiqamah), sampai dikatakan bahwa Istiqamah itu lebih mulia dari seribu karamah.
Tengok saja komitmen Habib terhadap nilai-nilai keislaman, termasuk keperduliannya terhadap fakir miskin, janda dan anak yatim, menjadi juru damai ketika ada perselisihan. Beliau dikenal karena akhlak mulianya, tidak pernah menyakiti hati orang lain, bahkan berusaha menyenangkan hati mereka, sampai-sampai dikenal tidak pernah permintaan orang. Siapapun yang bertamu akan dijamu sebaik mungkin. Habib Sholeh sering menimba sendiri air sumur untuk mandi dan wudu para tamunya.
Maka buah yang didapat, seperti ketika Habib Ahmad Al-Hamid pernah berkata kepada baliau, kenapa Allah selalu mengabulkan doanya. Habib Sholeh menjawab, “Bagaimana tidak? Sedangkan aku belum pernah melakukan hal yang membuat-Nya Murka.”
Langganan:
Postingan (Atom)